THE CREATIVITY of PROBLEM SOLVING
at SCHOOL & REAL WORLD
oleh: Jelia Megawati Heru
oleh: Jelia Megawati Heru
Apakah anak-anak kita siap dengan tantangan pekerjaan abad ke-21?
Kemampuan kreatifitas seperti apakah yang dibutuhkan dalam lingkungan kerja sekarang?
Sebuah pemikiran singkat mengenai ketidaksinambungan dunia pendidikan masa kini dalam mempersiapkan masa depan anak-anak untuk masuk ke dalam lingkungan pekerjaan masa kini
Di sekolah permasalahan selalu didefinisikan secara jelas, hanya mengacu kepada satu bidang ilmu/pokok permasalahan, dan hanya memiliki satu jawaban yang benar. Sedangkan realitanya berbanding terbalik dengan dunia nyata dan lingkungan pekerjaan sesungguhnya. Masalah tidak pernah bisa diidentifikasikan secara jelas - lebih rumit, kompleks, saling berkaitan satu dengan yang lainnya (multi-disciplinary), memiliki berbagai kemungkinan penyelesaian (bahkan dari tidak mungkin menjadi mungkin), tidak ada satu pun jawaban yang benar dan sempurna, setiap penyelesaian mempunyai konsekuensinya, dan pada akhirnya menciptakan masalah baru (the problem with problems).
Berikut ini adalah sebuah tabel hasil riset dari American for the Arts tentang bagaimana pengusaha dan badan pengawas sekolah mendefinisikan arti KREATIFITAS:
Umumnya pengusaha lebih peduli terhadap bagaimana karyawan dapat mengenali masalah dan apakah karyawan dapat menerima kondisi dualisme/ambiguitas (toleransi) - dimana tidak ada hitam-putih (benar-salah), maupun relativisme (tidak ada jawaban yang tepat, sehingga tidak perlu takut salah), dan akhirnya komitmen di relativisme (memilih pilihan yang lebih baik dari pilihan-pilihan yang ada).
Kebanyakan perusahaan tidak menginginkan solusi kreatif saja, mereka menginginkan solusi kreatif yang tidak melanggar kebijakan yang ditentukan atau prosedur.
Pekerja kreatif tidak akan dihargai karena tindakan kreatif akan menciptakan perubahan dan perubahan adalah SELALU mengganggu bagi kebanyakan perusahaan. Tindakan kreatif dalam bisnis dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak biasa dan perlu ditindaklanjuti dengan cara yang sama seperti halnya tubuh memperlakukan infeksi.
Konsekuensi dari pengenalan kondisi dualisme yang dini pada awal pembelajaran akan menyebabkan peserta didik cenderung menutup diri (shut down) dan tidak punya keinginan belajar yang tinggi (learning disengagement). Oleh karena itu, sekolah dan orang tua serta tenaga pendidik perlu mengembangkan dan mengajarkan kemampuan untuk memecahkan masalah - dimana para peserta didik mampu mengingat, memahami, menganalisis, menerapkan, menciptakan solusi untuk segala jenis situasi yang ada di dunia nyata ("the grey area" & multiple-solutions).