Friday, November 7, 2014

"MUSISI TANPA TELINGA" - by: Jelia Megawati Heru (Staccato, November 2014)

"MUSISI TANPA TELINGA"
by: Jelia Megawati Heru
Staccato Article, November 2014

“When music fails to agree to the ear,
to soothe the ear and the heart and the senses,
then it has missed the point.”
Maria Callas

THE MUSICAL EAR
Telinga adalah salah satu aset yang paling berharga bagi seorang musisi. Telinga musisi tidak hanya sekedar mendengar kata-kata. Namun mendengar keindahan musik lewat nada, ritmik, pola/motif musikal, dan kualitas tone. Bagaikan merasakan nikmatnya petit fours atau tiramisu, dimana belgian chocolate dan creamy mascarpone nya Anda rasakan – layer demi layer, rasa manis, agak sedikit pahit menyatu dan memanjakan lidah Anda. Bentuknya dan teksturnya yang indah, aroma amaretto, dan aroma kopi espresso nya yang khas. Itu adalah seni menikmati hidangan dalam dunia kuliner – patisserie & dolce. Bukan hanya sekedar memakan dalam satu suapan besar tanpa tedeng aling-aling, seperti makan nasi goreng tek-tek. Begitu pula mendengar musik adalah sebuah seni, yaitu seni dalam mengolah rasa musikal yang saking sublimnya, mampu menusuk sukma. It was never only just playing the notes! Kepekaan dalam mendengar musik dan memahami perbendaharaan kata dalam musik merupakan kemampuan esensial yang menentukan musikalitas seseorang dan bahkan karakter seseorang.


FUNGSI TELINGA YANG MUSIKAL
Ketika kita berbicara tentang EAR TRAINING, maka kita membahas kepekaan indera telinga dan otak dalam membedakan, mengenali, memahami, dan menganalisa informasi yang didengar. Seiring dengan waktu, latihan yang benar akan membuat telinga seseorang mengolah informasi ini sebagai suatu melodi, akor, pattern ritmik, dan progresi harmoni yang logis. Ibarat menerjemahkan bahasa asing ke dalam bahasa Ibu Anda. Namun patut disayangkan, kepekaan mendengar dalam musik seringkali diremehkan dan dilupakan dalam menu latihan seorang musisi. Seperti makanan fine dining yang ditata dengan apik, elite, dan high-class. Begitulah juga dengan musik yang mempunyai kualitas dan kelasnya tersendiri. Asal jadi dan asbun (baca: asal bunyi,) bahkan fals (baca: sumbang) – mungkin itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan telinga musisi “abal-abal” yang bermodalkan plagiat, jiplak sana-sini demi mendongkrak popularitas semata. Sebetulnya apa sih gunanya telinga yang musikal?


1. TUNING (PITCH)
Seorang musisi yang baik mempunyai kepekaan telinga dalam mengenali nada yang akurat dan menstem instrumen musiknya sendiri. Sejak awal pembelajaran instrumennya, murid harus diajarkan dasar-dasar menyetem (tuning) instrumennya sendiri. Atau paling tidak murid diperkenalkan dengan konsep tinggi-rendahnya nada dan mampu mengidentifikasi nada. Hal ini seakan terkesan sepele, namun sayangnya banyak musisi yang menamakan dirinya profesional, tidak dapat menstem instrumennya sendiri atau bahkan mengenali nada instrumennya tidak on tune/on pitch, alias fals (baca: sumbang.) Setidaknya tidak tanpa bantuan alat yang bernama tuner. Namun setidaknya seseorang yang membawa dan menstem dengan tuner jauh lebih baik daripada seseorang yang menamakan dirinya profesional, namun tidak bisa mengenali bahwa instrumennya out of tune. Pengecualian bagi instrumen piano. Karena alasan kesulitan teknis, maka instrumen piano harus distem oleh professional piano tuner atau Master Piano Artisan (MPA.) 


Banyak orang yang bertanya-tanya, mengapa anak mereka tidak mengalami kemajuan dalam pelajaran musiknya, tetap buta nada. Mungkin Anda harus mengecek keabsahan nada instrumen mereka. Untuk mengembangkan kepekaan pendengarannya, murid harus dibiasakan berlatih dengan instrumen yang on pitch. Sekolah musik juga disarankan untuk menstem instrumen piano nya secara berkala, paling tidak enam bulan sekali.  


2. PLAY/SING BY EAR & MEMORY
Patut disayangkan banyak musisi ternyata tidak bisa menyanyi. Padahal tubuh kita (bergerak dan menyanyi) merupakan media terbaik dalam memproduksi musik. Apapun jenis instrumen musik Anda. Musik justru diproduksi dalam tubuh kita, bahkan sebelum kita memainkannya atau menyanyikannya. Sebuah musik yang berkualitas tinggi menuntut pengajaran musik yang berkualitas pula. Bagaimana mungkin seorang guru musik yang tidak bisa menyanyi, dapat mengajar musik? Tidak heran anak-anak sekarang tidak dapat menyanyi. Beberapa orang berpendapat hal ini tidak menjadi soal, kalau anak tidak bisa menyanyi. Buktinya mereka tetap bisa bermain musik, toh? No big deal. Well, it matters! Itulah mengapa instrumen tetap fals, walau sudah distem berkali-kali. Itulah mengapa lagunya itu-itu terus dan muridnya bodoh terus, tidak mengalami kemajuan. 

BOBBY McFERRIN "NOTES & NEURONS"

Telinga yang musikal akan sangat membantu murid untuk menangkap materi lebih cepat dan efektif secara auditif. Dimana murid akan mengandalkan ketajaman pendengarannya dalam mempelajari lagu, bukan hanya membaca score dan notasi balok. Ketika partisipasi telinga menjadi semakin aktif dalam pembelajaran, maka murid akan mulai menggunakannya secara automatis untuk membantu mereka bermain musik atau menyanyi dengan lebih akurat.

Umumnya murid yang auditif mempunyai ciri-ciri, sbb: seorang pendengar yang baik, sangat musikal, dapat menyanyikan nada secara akurat (on pitch,) mampu mengenali dan memainkan berbagai lagu yang berbeda hanya dalam sekali dengar, mempunyai daya ingat yang luar biasa, cepat menghafal lagu baru, dan memiliki kemampuan inner hearing*, sight singing*, dan perfect pitch. Beberapa latihan untuk mengembangkan play by ear, a.l. memainkan lagu favorit, folksongs tanpa melihat partitur atau secara hafal, memainkan lagu yang sudah dikenal dalam berbagai kunci yang berbeda, hingga bermain dalam ensemble. Jangan lupa untuk memperkaya diri Anda dengan mendengarkan berbagai repertoire lagu yang berkualitas.


*INNER HEARING
adalah kemampuan untuk mendengar dan membayangkan bunyi nada tanpa alat bantu (tuner atau pada instrumen,) secara internal (dalam kepala kita.) Kemampuan ini dilatih sedini sejak anak-anak. Mungkin seperti mendengarkan musik dalam diri kita, tetapi belum di-plug ke amplifier/speaker.

*SIGHT SINGING
adalah kemampuan untuk menyanyikan nada dan melodi lagu secara akurat, berdasarkan notasi balok hanya dalam sekali lihat, tanpa iringan maupun alat bantu apapun.


PERFECT PITCH & RELATIVE PITCH  
Berbicara mengenai mengenali nada tidak terlepas dari berbicara mengenai perfect pitch dan relative pitch. Perfect pitch atau absolute hearing merupakan kemampuan kepekaan telinga dalam mendengarkan keakuratan nada sesuai dengan nada pada concert pitch (A = 440 Hertz,) seperti pada piano, tanpa alat bantu apapun. Sedangkan relative pitch adalah kemampuan kepekaan telinga dalam mendengarkan keakuratan nada dengan menggunakan alat bantu, misalnya seperti tuner atau menekan tuts pada piano. Sekilas tampaknya seseorang yang mempunyai kemampuan perfect pitch terkesan lebih beruntung. Namun pada praktiknya, kita membutuhkan keduanya dalam bermain instrumen. Terutama pada permainan musik di dalam grup (ensemble) dan dalam hal transposing, serta improvisasi. Metode dalam melatih ear training pun sangat bervariasi, mulai dari Kodály, Dalcroze, Suzuki, hingga menggunakan Orff-instruments. Kemampuan seperti inner hearing, sight singing, perfect pitch, dan relative pitch sangat dibutuhkan oleh setiap musisi, composer, dan conductor. Terutama apabila tidak terdapat instrumen piano.


3. MUSIC THEORYform analysis, transcribe
Ear training sangat terkait dengan teori musik. Teori musik yang dimaksud disini tentunya bukan teori yang membosankan seperti soal matematika. Namun applied music theory, yaitu teori musik yang diintegrasikan dan diaplikasikan dalam permainan musik (real time.) Sehingga murid akan dapat memahami konsep musik yang terkait dengan kepekaan telinga, seperti: interval, analisa form (binary/ternary form,) 2-bars atau 4-bars phrase, asosiasi jenis akor dan progresinya (ear training association) - misalnya seperti: apa perbedaan antara akor mayor dan minor, darimana kita mengetahui suatu lagu dimainkan pada tangganada minor, interval tritone (augmented 4th/diminished 5th) seperti pada tema The Simpsons?

Seperti layaknya bahasa, setiap orang tidak hanya memiliki kemampuan untuk mendengar, namun juga membaca, dan menulis. Begitu pula dengan musik, supaya kita tidak menjadi buta aksara dan memiliki akses dalam memahami musik (musicianship.) Oleh karena itu kita harus mampu bukan saja mendengar nada, mampu membaca notasi balok (reading music notes,) tetapi juga memahami bunyi yang kita dengar – bagaimana setiap melodi dan akor saling berelasi, menuliskan kembali bunyi yang kita dengar (transkripsi,) serta lebih jauh lagi menciptakan sesuatu yang baru (arranging, composing & improvising.)


4. TONE PROJECTION & INTEPRETATIONarticulation, dynamic
Bunyi dapat digambarkan seperti warna. Semakin banyak pilihan warna nya, semakin colorful musik yang dihasilkan. Telinga manusia yang terlatih mampu membedakan nada hingga 1/60 dari sebuah whole step (misalnya: C – D) dan mampu membedakan lebih dari 300 keras lembutnya bunyi dari satu nada yang sama. Setiap musisi yang profesional akan mempunyai telinga musikal dan ketrampilan dalam mengolah bunyi tsb menjadi sebuah tone yang indah dengan artikulasi, dinamika, timbre (warna suara) yang variatif dalam menciptakan sebuah intepretasi karya yang musikal. Bahkan tidak terkecuali bagi instrumen piano dan drums. Walau banyak orang beranggapan instrumen piano tidak mungkin fals, karena nadanya sudah pasti dan sudah distem sebelumnya. Banyak orang yang tidak bisa memproduksi tone yang indah dan tidak mempunyai penguasaan teknik overtone yang matang. Sehingga bunyi nya terdengar tipis, flat, hambar - bak masakan yang tidak berbumbu.

”What comprises good performance?
The ability through singing or playing
to make the ear conscious of the true content and affect of a composition.”
Carl Philipp Emanuel Bach

Kemampuan kepekaan mendengarkan musik mempunyai banyak area yang dapat dieksplorasi lebih luas. Beberapa kemampuan dapat dilatih dan diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Ear training bahkan dapat membantu murid untuk berlatih lebih baik, serta menangkap esensi musik yang sesungguhnya, dibandingkan dengan mengulang 100 kali tanpa progress. Melalui latihan yang komprehensif, tekun, dan disiplin, bukan mustahil kita bisa mempunyai kemampuan inner hearing bukan hanya pada instrumen utama kita saja, namun juga pada tingkat orkestrasi. 


Sementara banyak musisi yang memiliki telinga, namun tidak bisa mendengar. Ada satu orang yang tetap mendengar tanpa telinganya. Ludwig van Beethoven mengkomposisi Sinfoni No. 9 dengan full choir “Ode to Joy” dalam keadaan tuli. Beliau tidak hanya saja mengkomposisinya, namun juga menjadi dirigen dalam premiere karya agungnya yang tetap dikenang sepanjang masa, bahkan hingga detik ini. Bagaimana Beethoven mendengar tanpa telinga? Apakah itu bakat atau semata-mata hanya karena latihan yang keras? Apakah Beethoven mendengar suara Tuhan dalam hatinya? Tampaknya hal ini merupakan misteri Ilahi.   

THE GENIUS OF BEETHOVEN

“One doesn’t play piano with one’s hands.
One plays the piano with one’s mind.
Each memory has a soundtrack of its own.” 
Hans von Bülow

UNDERSTAND MUSIC