"MUSISI TANPA TELINGA"
by: Jelia Megawati Heru
Staccato Article, November 2014
“When
music fails to agree to the ear,
to
soothe the ear and the heart and the senses,
then
it has missed the point.”
Maria
Callas
THE
MUSICAL EAR
Telinga adalah salah satu aset yang
paling berharga bagi seorang musisi. Telinga musisi tidak hanya sekedar
mendengar kata-kata. Namun mendengar keindahan musik lewat nada, ritmik,
pola/motif musikal, dan kualitas tone. Bagaikan merasakan nikmatnya petit
fours atau tiramisu, dimana belgian
chocolate dan creamy mascarpone
nya Anda rasakan – layer demi layer, rasa manis, agak sedikit pahit
menyatu dan memanjakan lidah Anda. Bentuknya dan teksturnya yang indah, aroma
amaretto, dan aroma kopi espresso nya yang khas. Itu adalah seni menikmati
hidangan dalam dunia kuliner – patisserie
& dolce. Bukan hanya sekedar memakan dalam satu suapan besar tanpa tedeng aling-aling, seperti makan nasi
goreng tek-tek. Begitu pula mendengar musik adalah sebuah seni, yaitu seni
dalam mengolah rasa musikal yang saking sublimnya, mampu menusuk sukma. It was never only just playing the notes!
Kepekaan dalam mendengar musik dan memahami perbendaharaan kata dalam musik
merupakan kemampuan esensial yang menentukan musikalitas seseorang dan bahkan
karakter seseorang.
FUNGSI
TELINGA YANG MUSIKAL
Ketika kita berbicara tentang EAR
TRAINING, maka kita membahas kepekaan indera telinga dan otak dalam membedakan,
mengenali, memahami, dan menganalisa informasi yang didengar. Seiring dengan
waktu, latihan yang benar akan membuat telinga seseorang mengolah informasi ini
sebagai suatu melodi, akor, pattern ritmik, dan progresi harmoni yang logis. Ibarat
menerjemahkan bahasa asing ke dalam bahasa Ibu Anda. Namun patut disayangkan, kepekaan
mendengar dalam musik seringkali diremehkan dan dilupakan dalam menu latihan
seorang musisi. Seperti makanan fine
dining yang ditata dengan apik, elite,
dan high-class. Begitulah juga dengan
musik yang mempunyai kualitas dan kelasnya tersendiri. Asal jadi dan asbun
(baca: asal bunyi,) bahkan fals
(baca: sumbang) – mungkin itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan telinga
musisi “abal-abal” yang bermodalkan
plagiat, jiplak sana-sini demi mendongkrak popularitas semata. Sebetulnya apa
sih gunanya telinga yang musikal?
1.
TUNING (PITCH)
Seorang musisi yang baik mempunyai
kepekaan telinga dalam mengenali nada yang akurat dan menstem instrumen
musiknya sendiri. Sejak awal pembelajaran instrumennya, murid harus diajarkan
dasar-dasar menyetem (tuning)
instrumennya sendiri. Atau paling tidak murid diperkenalkan dengan konsep
tinggi-rendahnya nada dan mampu mengidentifikasi nada. Hal ini seakan terkesan
sepele, namun sayangnya banyak musisi yang menamakan dirinya profesional, tidak
dapat menstem instrumennya sendiri atau bahkan mengenali nada instrumennya
tidak on tune/on pitch, alias fals
(baca: sumbang.) Setidaknya tidak tanpa bantuan alat yang bernama tuner. Namun setidaknya seseorang yang
membawa dan menstem dengan tuner jauh
lebih baik daripada seseorang yang menamakan dirinya profesional, namun tidak
bisa mengenali bahwa instrumennya out of
tune. Pengecualian bagi instrumen piano. Karena alasan kesulitan teknis,
maka instrumen piano harus distem oleh professional
piano tuner atau Master Piano Artisan
(MPA.)
Banyak orang yang bertanya-tanya,
mengapa anak mereka tidak mengalami kemajuan dalam pelajaran musiknya, tetap
buta nada. Mungkin Anda harus mengecek keabsahan nada instrumen mereka. Untuk
mengembangkan kepekaan pendengarannya, murid harus dibiasakan berlatih dengan instrumen
yang on pitch. Sekolah musik juga
disarankan untuk menstem instrumen piano nya secara berkala, paling tidak enam
bulan sekali.
2.
PLAY/SING BY EAR & MEMORY
Patut disayangkan banyak musisi
ternyata tidak bisa menyanyi. Padahal tubuh kita (bergerak dan menyanyi) merupakan
media terbaik dalam memproduksi musik. Apapun jenis instrumen musik Anda. Musik
justru diproduksi dalam tubuh kita, bahkan sebelum kita memainkannya atau
menyanyikannya. Sebuah musik yang berkualitas tinggi menuntut pengajaran musik
yang berkualitas pula. Bagaimana mungkin seorang guru musik yang tidak bisa
menyanyi, dapat mengajar musik? Tidak heran anak-anak sekarang tidak dapat
menyanyi. Beberapa orang berpendapat hal ini tidak menjadi soal, kalau anak
tidak bisa menyanyi. Buktinya mereka tetap bisa bermain musik, toh? No
big deal. Well, it matters! Itulah mengapa instrumen tetap fals, walau
sudah distem berkali-kali. Itulah mengapa lagunya itu-itu terus dan muridnya
bodoh terus, tidak mengalami kemajuan.
BOBBY McFERRIN "NOTES & NEURONS"
Telinga yang musikal akan sangat
membantu murid untuk menangkap materi lebih cepat dan efektif secara auditif.
Dimana murid akan mengandalkan ketajaman pendengarannya dalam mempelajari lagu,
bukan hanya membaca score dan notasi balok. Ketika partisipasi telinga menjadi
semakin aktif dalam pembelajaran, maka murid akan mulai menggunakannya secara
automatis untuk membantu mereka bermain musik atau menyanyi dengan lebih
akurat.
Umumnya murid yang auditif mempunyai ciri-ciri, sbb: seorang pendengar
yang baik, sangat musikal, dapat menyanyikan nada secara akurat (on pitch,) mampu mengenali dan memainkan
berbagai lagu yang berbeda hanya dalam sekali dengar, mempunyai daya ingat yang
luar biasa, cepat menghafal lagu baru, dan memiliki kemampuan inner hearing*, sight singing*, dan perfect
pitch. Beberapa latihan untuk mengembangkan play by ear, a.l. memainkan lagu favorit, folksongs tanpa melihat
partitur atau secara hafal, memainkan lagu yang sudah dikenal dalam berbagai
kunci yang berbeda, hingga bermain dalam ensemble. Jangan lupa untuk memperkaya
diri Anda dengan mendengarkan berbagai repertoire lagu yang berkualitas.
*INNER
HEARING
adalah kemampuan untuk mendengar dan
membayangkan bunyi nada tanpa alat bantu (tuner
atau pada instrumen,) secara internal (dalam kepala kita.) Kemampuan ini
dilatih sedini sejak anak-anak. Mungkin seperti mendengarkan musik dalam diri
kita, tetapi belum di-plug ke amplifier/speaker.
*SIGHT
SINGING
adalah kemampuan untuk menyanyikan
nada dan melodi lagu secara akurat, berdasarkan notasi balok hanya dalam sekali
lihat, tanpa iringan maupun alat bantu apapun.
PERFECT
PITCH & RELATIVE PITCH
Berbicara mengenai mengenali nada
tidak terlepas dari berbicara mengenai perfect
pitch dan relative pitch. Perfect pitch atau absolute hearing
merupakan kemampuan kepekaan telinga dalam mendengarkan keakuratan nada sesuai
dengan nada pada concert pitch (A =
440 Hertz,) seperti pada piano, tanpa alat bantu apapun. Sedangkan relative pitch adalah kemampuan
kepekaan telinga dalam mendengarkan keakuratan nada dengan menggunakan alat
bantu, misalnya seperti tuner atau
menekan tuts pada piano. Sekilas tampaknya seseorang yang mempunyai kemampuan perfect pitch terkesan lebih beruntung.
Namun pada praktiknya, kita membutuhkan keduanya dalam bermain instrumen.
Terutama pada permainan musik di dalam grup (ensemble) dan dalam hal transposing,
serta improvisasi. Metode dalam melatih ear
training pun sangat bervariasi, mulai dari Kodály, Dalcroze, Suzuki, hingga menggunakan Orff-instruments. Kemampuan seperti inner hearing, sight singing, perfect pitch, dan relative pitch sangat dibutuhkan oleh
setiap musisi, composer, dan conductor. Terutama apabila tidak
terdapat instrumen piano.
3.
MUSIC THEORY – form analysis,
transcribe
Ear training sangat terkait dengan
teori musik. Teori musik yang dimaksud disini tentunya bukan teori yang membosankan
seperti soal matematika. Namun applied
music theory, yaitu teori musik yang diintegrasikan dan diaplikasikan dalam
permainan musik (real time.) Sehingga
murid akan dapat memahami konsep musik yang terkait dengan kepekaan telinga,
seperti: interval, analisa form (binary/ternary
form,) 2-bars atau 4-bars phrase, asosiasi jenis akor dan progresinya (ear training association) - misalnya
seperti: apa perbedaan antara akor mayor dan minor, darimana kita mengetahui
suatu lagu dimainkan pada tangganada minor, interval tritone (augmented 4th/diminished
5th) seperti pada tema The Simpsons?
Seperti layaknya bahasa, setiap
orang tidak hanya memiliki kemampuan untuk mendengar, namun juga membaca, dan
menulis. Begitu pula dengan musik, supaya kita tidak menjadi buta aksara dan
memiliki akses dalam memahami musik (musicianship.)
Oleh karena itu kita harus mampu bukan saja mendengar nada, mampu membaca
notasi balok (reading music notes,)
tetapi juga memahami bunyi yang kita dengar – bagaimana setiap melodi dan akor
saling berelasi, menuliskan kembali bunyi yang kita dengar (transkripsi,) serta
lebih jauh lagi menciptakan sesuatu yang baru (arranging, composing & improvising.)
4.
TONE PROJECTION & INTEPRETATION – articulation, dynamic
Bunyi dapat digambarkan seperti
warna. Semakin banyak pilihan warna nya, semakin colorful musik yang dihasilkan. Telinga manusia yang terlatih mampu
membedakan nada hingga 1/60 dari sebuah whole
step (misalnya: C – D) dan mampu membedakan lebih dari 300 keras lembutnya
bunyi dari satu nada yang sama. Setiap musisi yang profesional akan mempunyai
telinga musikal dan ketrampilan dalam mengolah bunyi tsb menjadi sebuah tone
yang indah dengan artikulasi, dinamika, timbre
(warna suara) yang variatif dalam menciptakan sebuah intepretasi karya yang
musikal. Bahkan tidak terkecuali bagi instrumen piano dan drums. Walau banyak
orang beranggapan instrumen piano tidak mungkin fals, karena nadanya sudah pasti dan sudah distem sebelumnya.
Banyak orang yang tidak bisa memproduksi tone
yang indah dan tidak mempunyai penguasaan teknik overtone yang matang. Sehingga bunyi nya terdengar tipis, flat, hambar - bak masakan yang tidak berbumbu.
”What
comprises good performance?
The
ability through singing or playing
to
make the ear conscious of the true content and affect of a composition.”
Carl
Philipp Emanuel Bach
Kemampuan kepekaan mendengarkan
musik mempunyai banyak area yang dapat dieksplorasi lebih luas. Beberapa
kemampuan dapat dilatih dan diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Ear training bahkan dapat membantu murid
untuk berlatih lebih baik, serta menangkap esensi musik yang sesungguhnya,
dibandingkan dengan mengulang 100 kali tanpa progress. Melalui latihan yang
komprehensif, tekun, dan disiplin, bukan mustahil kita bisa mempunyai kemampuan
inner hearing bukan hanya pada
instrumen utama kita saja, namun juga pada tingkat orkestrasi.
Sementara banyak
musisi yang memiliki telinga, namun tidak bisa mendengar. Ada satu orang yang
tetap mendengar tanpa telinganya. Ludwig
van Beethoven mengkomposisi Sinfoni No. 9 dengan full choir “Ode to Joy” dalam
keadaan tuli. Beliau tidak hanya saja mengkomposisinya, namun juga menjadi
dirigen dalam premiere karya agungnya yang tetap dikenang sepanjang masa,
bahkan hingga detik ini. Bagaimana Beethoven mendengar tanpa telinga? Apakah
itu bakat atau semata-mata hanya karena latihan yang keras? Apakah Beethoven mendengar suara Tuhan dalam
hatinya? Tampaknya hal ini merupakan misteri Ilahi.
THE GENIUS OF BEETHOVEN
“One
doesn’t play piano with one’s hands.
One
plays the piano with one’s mind.
Each
memory has a soundtrack of its own.”
Hans von Bülow
Hans von Bülow
UNDERSTAND MUSIC