"MENGHADAPI PERILAKU BURUK MURID PIANO"
by: Jelia Megawati Heru
Staccato, February 2015
“Kapan sih kita main pianonya?
Kok ngomong melulu! Bosen nih.”
Kok ngomong melulu! Bosen nih.”
“Miss, aku ngga mau main piano hari ini ya!
Miss ngga usah bilang-bilang ke mama, kan Miss juga dibayar,”
ujar salah satu
murid piano dengan melipat tangannya, lalu keluar dari ruangan.
Familiar dengan situasi
diatas? Sebagai guru piano, suka atau tidak, cepat atau lambat, kita akan berhadapan
perilaku murid yang buruk (disrespectful)
atau kurang ajar. Mengapa murid berperilaku buruk? Bagaimana kita menyikapi
perilaku buruk murid piano? Dimana batas toleransi guru dalam mengatasi murid
berperilaku buruk?
DEFINISI PERILAKU MURID YANG BURUK
Disini perlu dibedakan, murid
yang berperilaku buruk adalah bukan murid yang mempunyai masalah konsentrasi
seperti anak berumur dibawah lima tahun, atau memiliki kondisi/kebutuhan khusus
seperti pada anak ADHD misalnya. Konteksnya adalah lebih kepada murid yang
sudah cukup umur (tujuh tahun ke atas misalnya,) mengerti bagaimana harus
bersikap dalam ruang publik, tetapi menjadi tidak terkontrol dalam kelas.
Perilaku buruk ini bisa menjadi sangat tidak sopan, diluar kendali, dan bahkan
mengarah ke arah kekerasan. Sehingga suatu kegiatan belajar mengajar tidak dapat
terlaksana secara optimal. Misalnya: tidak kooperatif, kasar, berteriak,
memukul, mengucapkan kata-kata yang tidak pantas/kotor terhadap guru, menolak
latihan, membantah perkataan/instruksi guru, bahkan mengancam.
Banyak alasan dan faktor yang membuat murid berperilaku buruk. Perilaku buruk murid dalam kenyataan, sebetulnya dapat dilakukan murid dalam berbagai rentang usia Hanya saja, perilaku buruk murid yang sangat signifikan gangguannya adalah jika dilakukan oleh murid yang secara sosial memiliki kesadaran akan nilai "baik dan buruk". Pada murid dengan usia terlalu muda untuk mengawali pelajaran musiknya, manifestasi perilaku buruknya dapat berupa hal berikut: anak dibawah umur lima tahun sulit untuk berkonsentrasi dalam jangka waktu lebih dari 15 menit. Jadi mereka tidak bisa disalahkan, apabila mereka tidak mendengarkan instruksi guru dan tidak bisa kooperatif. Menulis dan membaca saja sulit, bagaimana bisa membaca notasi balok? Mereka juga mudah bosan dan belum mengerti konsep benar-salah. Yang mereka tahu adalah hal ini membosankan untuk mereka. Mereka hanya ingin bersenang-senang, bermain, dan gampang moody. Merasa tidak mendapatkan hal yang mereka inginkan, mereka menjadi marah dan berperilaku buruk.
Sayangnya banyak orang tua
yang berpendapat, bahwa belajar musik harus dimulai sejak dini. Tetapi mereka
lupa, bahwa semua pendidikan selalu berawal dari rumah, yaitu orang tua. Jadi
kecintaan terhadap musik ditanamkan oleh orang tua. Dan ketika anak memulai
pelajaran musiknya, orang tua dituntut untuk berpartisipasi AKTIF. Mulai dari mengantar anak ke kursus pianonya,
memastikan anak mengerjakan PR nya, berlatih di rumah, membawa buku-buku
musiknya, dan berkomunikasi dengan guru – sebagai konsekuensi dari memulai
pelajaran pianonya. Jadilah bijaksana sebelum memulai pelajaran instrumennya dan
pastikan anak cukup umur untuk mengerti arti komitmen dalam belajar dan berlatih. Apabila orang tua tidak
mempunyai waktu untuk itu, tidak ada salahnya untuk menunda sampai anak dan
orang tua siap, daripada pelajaran musik kandas di tengah jalan. Faktor lain
yang menjadi faktor apakah anak ready
untuk belajar instrumen musik nya, a.l. mampu berkonsentrasi 20-30 menit, mampu
menerima instruksi dari guru, memiliki perkembangan motorik halus tingkat lanjut
(fine motor,) memiliki kemampuan
untuk membaca-menulis-berhitung, dan belajar secara kognitif (cognitive dan rote learning*)
Faktor lain yang membuat anak
berperilaku buruk pada kelas piano nya adalah mungkin karena anak merasa terpaksa atau tidak menyukai piano (tidak mempunyai minat). Kasus yang sering terjadi
adalah karena dipaksa oleh orang tua.
Faktor lain yang mungkin juga terjadi adalah pemilihan waktu kelas piano yang tidak tepat, misalnya: dalam satu
hari itu murid telah memiliki jadwal yang sangat padat dan telah lelah pada
saat kelas piano nya, sehingga anak menjadi sangat moody dan menolak untuk belajar. Bisa juga memang sifat bawaan/karakter sang anak yang
memang kasar, labil, mudah frustrasi, dan hyper-sensitive.
Sementara orang tua sibuk tidak ada waktu untuk memperhatikan anaknya. Yang ada
hanya pengasuh/nanny nya.
Mungkin juga anak mengalami masalah di rumah atau di sekolah yang tidak kita ketahui, misalnya: bullying. Bisa juga faktor anak terlalu dimanja oleh orang tua dan tidak pernah dimarahi. Semua orang disekitarnya harus tunduk pada keinginan sang anak. Jadi tidak ada sistem atau struktur yang menopang proses pembelajaran itu sendiri di rumah. Yang paling parah adalah mungkin karena anak diajar dengan kekerasan di rumah – entah itu dipukul maupun dimaki, sehingga anak hanya mengetahui satu cara untuk menyelesaikan masalah, yaitu dengan kekerasan. Screamer parents will end with screamer kids. Bagaikan memadamkan api dengan minyak.
Mungkin juga anak mengalami masalah di rumah atau di sekolah yang tidak kita ketahui, misalnya: bullying. Bisa juga faktor anak terlalu dimanja oleh orang tua dan tidak pernah dimarahi. Semua orang disekitarnya harus tunduk pada keinginan sang anak. Jadi tidak ada sistem atau struktur yang menopang proses pembelajaran itu sendiri di rumah. Yang paling parah adalah mungkin karena anak diajar dengan kekerasan di rumah – entah itu dipukul maupun dimaki, sehingga anak hanya mengetahui satu cara untuk menyelesaikan masalah, yaitu dengan kekerasan. Screamer parents will end with screamer kids. Bagaikan memadamkan api dengan minyak.
*Rote learning adalah
pembelajaran secara verbal, dimana murid memperoleh pengalaman belajar lewat
proses demonstrasi dan imitasi. Pembelajaran ini membutuhkan memori/penghafalan
dari informasi yang sederhana tanpa penjelasan maupun pengertian konsep yang
mendalam. Umumnya pembelajaran seperti ini diperuntukkan bagi murid tingkat
pemula.
MENDISIPLINKAN ANAK: TUGAS GURU ATAU ORANG TUA?
Banyak pro dan kontra mengenai
apakah guru sebaiknya perlu mendisiplinkan anak didiknya. Sebetulnya peran guru
piano adalah untuk mengajar anak selama berada di kelas piano nya (30/45 menit
per minggu.) Guru piano bukanlah dinas sosial, atau pekerja sosial, psikiater, maupun
baby sitter yang wajib mendisiplinkan
anak. Orang tua lah yang berkewajiban
dan mempunyai otorisasi untuk mendisiplinkan anak mereka sendiri. Itu tugas
orang tua. Namun apabila anak berkelakuan kurang ajar di dalam kelas, apakah
kita sebagai orang dewasa yang in-charge
akan diam saja dan membiarkan hal itu? Tentu saja TIDAK.
Ketika anak yang ada di kelas piano
saya, saya adalah orang dewasa yang bertanggung jawab saat
itu. Otoritas ada di tangan saya sebagai figur orang yang lebih dewasa. Jika dia tidak menghormati saya, itu adalah tanggung jawab saya – BUKAN sebagai guru, tetapi sebagai orang dewasa, untuk memberitahukan kepadanya bahwa
sikapnya tidak benar, rude, disrespectful,
dan tidak dapat diterima (unacceptable.)
Tanpa rasa hormat dan figur yang memiliki otoritas, anak didik Anda tidak akan
pernah mendengarkan Anda dalam mengajar. Mungkin Anda sebagai guru yang justru
akan di-bully
oleh murid Anda sendiri, karena mereka tahu bahwa Anda takut dan tidak akan
pernah memarahi mereka. Mereka akan mengambil keuntungan dari situ.
“It takes a whole village to raise a child”
African
proverbs
Arti peribahasa diatas bukannya
kita harus ikut campur urusan orang lain dan bertanggung jawab untuk anak orang
lain. Namun seorang anak akan membutuhkan dukungan moral dari lingkungan
di sekitar mereka. Supaya perilaku mereka bisa diterima sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Dan komunitas ini siapa? Itu adalah keluarga, teman-teman, dan guru
yang dekat dengan anak tsb. Tentunya hal ini berpulang kembali kepada
masing-masing pribadi. Apakah sebagai guru, kita akan bersikap masa bodoh atau kita
akan menegur murid tsb? Kontribusi guru disini amatlah krusial, sebagai teladan/panutan (role model) – sekecil apapun sumbangsih kita, bisa
mempengaruhi sikap anak tsb di masa depan.
ORANG TUA YANG TIDAK SUPORTIF
Tidak semua orang tua mampu
menerima berita buruk tentang perilaku anaknya dengan lapang dada. Responnya
bisa bermacam-macam mulai dari protes, membiarkan/membenarkan perilaku anak, tidak meminta maaf,
memanjakan anak, hingga menyalahkan guru pianonya, atau bahkan berhenti dari
kursus pianonya.
Dalam protesnya, bahkan ada
orang tua yang mengatakan "Anda tidak tahu apa rasanya menjadi orang tua, karena Anda tidak memiliki
anak." Memang tidak semua guru piano mempunyai anak, tetapi
mereka telah memiliki banyak siswa
dan berpengalaman dalam menghadapi masalah seperti ini setiap harinya. Jika orang tua tidak bersedia
untuk mendisiplinkan anaknya yang berperilaku buruk, maka
orang tua harus
menemukan guru lain untuk anaknya. Yang nota bene sebetulnya belum tentu akan
berhasil juga, karena permasalahan ada pada karakter anak.
Sekali lagi
pekerjaan guru piano bukanlah untuk mendisiplinkan anak, seolah-olah ia adalah
orang tuanya. Itu tanggung jawab dan otoritas orang tua. Tugas guru piano
adalah untuk mengajar piano dan menginformasikan orang tua, apa yang terjadi di
kelas. Bukan memberitahu orang tua apa yang harus dilakukan, dalam rangka
mendisiplinkan anak.
SIKAP GURU DALAM MENGHADAPI PERILAKU BURUK MURID
Apa yang harus dilakukan guru
ketika murid “kumat”? Anda harus tetap bersikap profesional dan berkepala
dingin (keep your cool). Jangan
terpancing oleh kata-kata murid, Anda boleh merespon namun tetaplah tenang. Ketika
Anda bersikap tenang, murid akan menyadari bahwa Anda tidak dapat diprovokasi
dengan sikap kasarnya. Bersikaplah konsisten
dan tegas terhadap murid. Perlakukan murid dengan respek, make eye contact, panggilah dia dengan
namanya. Ajaklah murid untuk berbicara
baik-baik. Pastikan murid tahu, apa batasan
dan konsekuensi dalam berperilaku di dalam kelas, berikan opsi/pilihan yang
positif untuknya daripada menyalahkannya. Dari situ murid akan mengetahui,
bahwa ia harus belajar menghormati orang lain khususnya di ruang publik, bahkan
mungkin ketika orang itu tidak layak mendapatkan penghargaan tsb. Apabila
situasi memanas, tinggalkan ruang kelas untuk sementara waktu untuk menghidari
konflik. Pick your battle! Hindari perilaku kekerasan, baik secara fisik
maupun verbal (komentar negatif, sarkasme, menghina, atau berteriak).
Langkah berikutnya adalah menginformasikan kejadian di kelas
dengan orang tua ybs. Sebaiknya
apabila via telpon tidak memungkinkan, aturlah waktu untuk bertemu empat mata
via surat resmi/email. Ceritakanlah urutan kejadiannya secara detail, objektif,
dan dengan cara penyampaian yang profesional. Dan jelaskan sikap apa yang
dibutuhkan dalam belajar – tanpa menghakimi atau mengajari orang tua cara
mendisiplinkan anak. Anak-anak membutuhkan batasannya
dan konsekuensi yang jelas (Do’s
& Don’ts.) Carilah solusi dan alternatif jalan keluar dalam
menyelesaikan masalah (problem solving,)
daripada saling menyalahkan.
Apabila orang
tua tidak melakukan upaya apapun, atau anak tidak mengalami perubahan sikap,
maka itulah isyarat bahwa kelas musik tidak mungkin dilanjutkan lagi. Untuk mengajar secara efektif,
siswa piano pertama
harus menghormati gurunya, kooperatif, mendengarkan kata-kata gurunya, bersedia untuk berlatih, dan mengerjakan PR. Tanpa disertai sikap semacam itu,
maka pembelajaran akan menjadi sia-sia, buang-buang waktu dan uang. Apabila orang tua memutuskan untuk menghentikan pelajaran piano
anaknya setelah sesi diskusi tsb., maka itu adalah keputusan mereka. Sebagai
guru kita tidak bertanggung jawab atas pilihan yang mereka buat. This is not a win-win situation.
Oleh karena itu, ada baiknya sekolah
musik atau guru piano memiliki surat
perjanjian yang ditandatangai oleh orang tua sebelum memulai pelajaran
piano nya. Supaya orang tua mengetahui apa batasan dan konsekuensi yang jelas dari
sebuah komitmen pelajaran piano. Surat perjanjian ini akan melindungi
kepentingan kedua belah pihak. Misalnya: tidak ada garansi uang kembali,
apabila murid tiba-tiba berhenti di pelajaran piano kedua nya. Bahkan ada yang
menuliskan di peraturannya, apabila anak bersikap kurang ajar, tidak hormat
terhadap gurunya, maka saat itu kelas tidak akan dilanjutkan dan murid tidak
akan mendapatkan ganti rugi. Di sisi yang lain, murid dituntut untuk berlatih
dan mengerjakan PR nya. Semua ada konsekuensinya. That’s how the world turns around.
LIFE LESSON
Pada akhirnya, guru piano
bukanlah iron man dengan urat syaraf
dari baja. Guru piano adalah juga manusia yang punya batas kesabaran juga.
Perilaku buruk murid mungkin tidak terhindarkan dan merupakan tantangan
tersendiri dalam risiko profesi kita sebagai guru, terutama di abad ke-21 ini.
Mungkin mengajar 20 tahun yang lalu tidak sesulit dan sekompleks sekarang.
Karena sekarang semuanya serba cepat dan instan, jadi kesabaran mungkin menjadi
hal yang langka. Sayangnya tidak ada applications
untuk mahir belajar piano dalam satu bulan. Namun apapun situasinya, jangan
biarkan diri Anda menerima perlakuan buruk dari murid. You didn’t deserve it! Jadikan pengalaman sebagai guru terbaik kita
dan jadikan hal ini sebagai motivasi dan pelajaran yang berharga dalam hidup. Yang
bisa kita lakukan adalah menjadi versi terbaik diri kita dan memberikan
kontribusi dalam kehidupan anak didik kita. Happy
teaching!