"MITOS
BELAJAR PIANO"
Oleh: Jelia
Megawati Heru, M.Mus.Edu
Artikel STACCATO, edisi November 2012
Beberapa mitos dalam
mempelajari piano tampaknya telah menjadi momok,
mendarah daging, berakar kuat, dan bahkan menjadi semacam religi, keyakinan
bagi masyarakat kebanyakan. Mitos yang tanpa sadar meracuni pikiran dan
ideologi mereka tentang praktek studi musik piano. Mitos-mitos ini jelas-jelas
tidak hanya konyol dan salah, tetapi juga merusak motivasi dan mentalitas
individu dalam mempelajari musik. Sudah saatnya masyarakat menjadi kritis,
logis, “open minded”, realistis,
menghapus asumsi negatif dari sikap mental yang selama ini membelenggu mereka,
dan meraih inti dari bermain musik yang sesungguhnya. Because just like sports, music is 90% mental!
1. BAKAT atau KERJA KERAS?
Both! Talent without hard work is impossible and
vice versa.
Belajar piano ibarat atlet seni ice figure-skating, synchronized
swimming, dan balerina yang mengkombinasikan unsur teknik dan seni
keindahan (nilai artistik). Apakah seorang skater
dan ballerina tidak membutuhkan kerja
keras? None sense! Dalam dunia atlet,
latihan adalah menu hariannya. Seorang pianis professional umumnya menghabiskan
waktu berlatih 4-8 jam sehari seperti layaknya pekerja kantoran.
“Hard
work beats talents when talent doesn’t work hard.” – Tim Nottke
2. BELAJAR PIANO ITU SUSAH
NO. Struktur dan
design piano memungkinkan seseorang untuk bisa membunyikan nada pada piano,
tidak seperti biola yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk
menghasilkan satu nada, atau seperti pada alat musik tiup saxophone atau terompet yang membutuhkan persyaratan dasar teknik
pernafasan yang benar dan latihan berbulan-bulan untuk menghasilkan satu nada.
Tetapi hal ini tidak berarti seseorang bisa memainkan Chopin Piano Concerto dalam dua atau tiga kali pertemuan seperti
yang sering ditulis di internet atau buku-buku “mahir memainkan piano dalam
sekejap”.
NOT ONLY ABOUT FUN! Tidak hanya sekedar
keinginan atau mood saja, belajar
piano membutuhkan disiplin yang tinggi,
latihan yang kontinu, ketekunan, dan support
dari orang tua serta lingkungan yang
kondusif.
Dalam dunia pendidikan, jika Anda ingin mempelajari sesuatu dan
Anda mempunyai sikap mental dan mind set
bahwa hal yang ingin Anda pelajari itu sulit dan tidak mungkin Anda akan
sanggup, maka sudah pasti Anda akan gagal. Kenapa? Karena hal-hal ini akan
menjatuhkan mental dan membuat Anda putus asa. Justru kita harus mengumpulkan
hal-hal positif seperti “saya pasti bisa” dan reinforcement berupa pujian, apresiasi, kepuasan batin supaya kita
tetap berlatih dan memandang ke depan. Tidak ada jalan pintas dan instan dalam
belajar piano. So, start practicing on your
piano!
3. TELAT BELAJAR PIANO
NO. Tidak ada
kata terlambat dalam belajar piano. Semua orang bisa mempelajari piano tanpa
kecuali. Tergantung dari dirinya sendiri, motivasi, dan tujuan dari belajar
piano itu sendiri. Jaman sudah berubah, makna dari bermain piano telah
mengalami rekonstruksi. Bisa bermain piano tidak hanya bisa dilakukan oleh
orang yang berbakat saja dan anak kecil.
Tentu saja kenyataan bahwa anak kecil
lebih cepat belajar dari orang dewasa tidak dapat dipungkiri. Tetapi hal ini
tidak menjadi alasan bahwa Anda tidak bisa belajar piano, bukan? Tidak seperti
10 tahun yang lalu, belajar piano semakin dipermudah dengan adanya
metode-metode dan alternatif pembelajaran seperti piano for adult dan piano for
older beginner, serta media pembelajaran seperti flash cards, domino cards, internet, youtube, dsb. yang bisa
menfasilitasi Anda untuk belajar piano. So,
you never too old to learn piano!
4. BELAJAR PIANO DENGAN KEYBOARD
NO. Ada persyaratan minimal
dalam belajar piano. Belajar piano tanpa the
real piano ibaratnya adalah seperti pemain sepak bola tanpa sepatu sport nya. Sepatu pemain sepak bola
hanya di-design untuk bermain sepak
bola saja. Adalah tidak mungkin bisa berlatih sepak bola dengan sepatu jogging, walaupun keduanya masuk ke
dalam kategori sepatu olahraga.
Terkadang orang hanya memikirkan jalan
pintasnya saja, tanpa mempertimbangkan efek sampingnya. Walau keyboard bisa menghasilkan bunyi keras
dan lembut, tetapi sistem mekanik (hammer
technique) piano akustik berbeda dengan keyboard.
Anak yang mempelajari piano pada keyboard
akan menemukan banyak hambatan dalam bermain piano yang sebenarnya, mulai dari berat
tuts yang berbeda (lebih berat), dan kepekaan ketajaman pendengaran yang tidak
mungkin dilatih pada keyboard. Anak
akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melatih musikalitas, tone production, dan teknik dasar yang
paling fundamental. Ketika beralih dari keyboard
ke piano pun, anak akan menghabiskan waktu lebih banyak lagi karena harus
berlatih dari dasar lagi. Ibarat fondasi rumah yang tidak kokoh, harus
dirubuhkan dan didirikan ulang.
Jika Anda ingin mengetahui minat dan bakat anak
Anda, sebaiknya cobalah berkonsultasi dengan pakarnya. Mulailah pelajaran piano
itu dengan benar, perhatikan standarisasi minimal (kondisi, lingkungan yang
kondusif) bagi anak, dan lakukanlah pelajaran piano itu apabila Anda
benar-benar siap.
“A good beginning never ends.
Nothing…
nothing… works quite as well & effective
as a demonstration as a strong
motivator.
Seeing
is believing.
Makes them experience how exciting playing music could be!”
5. HARUS BELAJAR MUSIK
KLASIK DULU
NO. Semua
pelajaran musik dimulai dengan B-A-S-I-C
(dasar/fundamental), terlepas dari genre
musik nya. Seperti layaknya Musik Klasik, Musik Jazz juga dimulai tidak dengan
improvisasi, melainkan tangganada & trinada (scales & arpeggio), kemampuan membaca notasi balok dasar, dan
teori musik dasar. Musisi Jazz yang sangat baik umumnya memiliki kemampuan
membaca notasi balok yang luar biasa, kemampuan intonasi, kualitas tone, dan presisi yang luar biasa
seperti pada musisi Klasik. Contohnya: Chick
Corea, Keith Jarrett, Oscar Peterson, dan Jacques Louissier.
Yang ingin saya
garisbawahi disini adalah untuk tidak mengkotak-kotakan genre musik, yang mana yang lebih baik. Setiap genre mempunyai keunggulannya masing-masing, membandingkannya
adalah seperti membandingkan apel dengan jeruk. Kejarlah fundamental dan dasar
bermain yang baik dan pelajarilah berbagai genre
musik, karena hal itu akan memperkaya musikalitas dan pengetahuan Anda.
6. HARUS BISA MEMBACA
NOTASI BALOK
Yes
and No.
Begitu banyak faktor dalam belajar musik dan piano. Yang menjadi permasalahan
adalah orang selalu sibuk dengan ideologi bahwa bermain piano harus dimulai
dengan Musik Klasik. Musik Klasik selalu diidentikkan dengan Bach, Beethoven, membaca notasi balok, dan boring… Seperti yang sudah saya singgung dalam poin sebelumnya
bahwa musik itu tidak melulu Musik Klasik.
Dalam belajar yang perlu dikuasai
adalah fundamental yang baik. Membaca notasi balok merupakan elemen yang
termasuk di dalamnya. Tetapi hal ini jangan disalah-artikan menjadi apabila
tidak bisa membaca notasi balok, maka seseorang tidak akan bisa bermain musik
piano.
Membaca notasi balok adalah bagian dari proses belajar piano itu
sendiri. Apabila seseorang mempunyai kemampuan ini, harapannya adalah dia akan
lebih mudah mengenali struktur musik, mempermudah proses belajar musik dan
berlatih. Tentu saja faktor ketajaman pendengaran, latihan yang disiplin,
motivasi, dedikasi yang tinggi, guru yang baik pun turut berperan dalam hal
ini.
7. GOOD PERFORMER = GOOD
TEACHER?
NO.
Indikator
seorang guru yang baik, tidak dilihat dari seberapa baik dia memainkan Liszt Hungarian Rhapsody, atau terkenal-tidaknya
dia sebagai seorang pianis, maupun satu-dua muridnya memenangkan kejuaraan
internasional.
Seorang performer yang
baik tidak selalu merupakan guru yang baik. Tetapi guru yang baik pasti adalah
seorang performer yang baik. Mengapa?
Seorang guru yang baik tidak pernah terlepas dari mendidik dan mengembangkan
dirinya sendiri. Seseorang guru yang baik adalah seorang murid yang baik dan
ketika dia tampil dalam sebuah konser atau student
recital, dia akan menjadi contoh dan inspirasi bagi murid-muridnya. Menjadi
seorang performer akan menjadi salah
satu hal yang wajar dilakukan oleh seorang guru sebagai bagian dari pendidikan
musik dan memaknai esensi dari musik itu sendiri.
“I’m
not a master; I’m a student-master,
meaning
that I have the knowledge of a master
and the expertise of a master,
and the expertise of a master,
But
I’m still learning.”
Jika Anda ingin
mengetahui kualitas, profesionalisme, idealisme, dan kompetensi seorang guru
piano, datanglah pada student recital
nya. Disitu Anda bisa melihat bagaimana setiap muridnya dengan latar belakang
yang berbeda-beda bisa memainkan musik dengan passionate, musikal, sebagai seorang individu yang mencintai musik
atau stress terpaksa? Bagaimana guru tsb bisa meng-arrange jalannya sebuah konser, bagaimana murid memberikan
hormat kepada penonton, bagaimana guru tsb memperlakukan muridnya ketika
muridnya demam panggung, bagaimana guru berkomunikasi dengan orang tua murid,
dll. Disinilah letak kepiawaian seorang “guru piano” dan jangan lupa mengajar
juga merupakan seni.
8. TEKNIK LEBIH PENTING
DARIPADA MUSIKALITAS
NO. Dalam
belajar dan bermain musik yang dilatih bukan hanyalah teknik semata. Musik bisa
menjadi sangat matematis dan terstruktur, tetapi bermain musik bukanlah seperti
atlet pelari 100 m sprinter yang
mengedepankan kecepatan semata, tetapi diibaratkan seperti atlet seni ice figure-skating, synchronized swimming, dan balerina yang mengkombinasikan unsur
teknik dan seni keindahan (nilai artistik).
Dalam bermain musik justru yang
dipelajari adalah seni memperdalam unsur musikalitas, mengasah kepekaan serta
ketrampilan dalam mengekspresikan musik, seperti: artikulasi, harmoni, kualitas
tone color, bagaimana menghasilkan
nuansa/atmosfir romantis, dinamika, balance,
phrasing, sense of rhythm, dll.
Disitulah bedanya manusia dengan robot,
ibaratnya midi yang diatur sangat akurat, atau tuning piano dengan menggunakan tuner
machine – belum tentu bisa memberikan impact
terhadap pendengarnya. So what gitu loh?
Apalah gunanya bisa memainkan etude
dengan sempurna, tempo 200 bpm sampai
jarinya sakit, tetapi pemain dan pendengarnya stress dan be-te? It makes no sense at
all. Bukan teknik tidak penting. Namun perlu digaris-bawahi bahwa teknik
yang dipelajari sebaiknya selalu relevan dengan repertoire yang akan dimainkan dan dilatih sehingga bisa mengekspresikan
musik yang dimainkan secara natural dan musikal.
9. SEMAKIN LAMA
BERLATIH, SEMAKIN BAIK
NO. Kualitas
lebih penting daripada kuantitas. Kuantitas tidak dapat menggantikan kualitas. Carilah
cara untuk berlatih yang efektif, optimal, dengan fokus yang jelas, target
rasional & realistis, dan tersegmen!
Hindari latihan berulang secara terus
menerus dalam durasi yang sangat panjang tanpa arah yang jelas! Karena badan
kita akan menjadi lelah, tidak konsentrasi, dan semuanya akan menjadi sia-sia.
Seperti layaknya atlet, dalam belajar piano, apabila ada bagian tubuh kita yang
sakit seperti jari, leher tegang, maka kita harus beristirahat sejenak dan me-review apa yang salah dengan latihan
kita, dimana letak problem nya dan berusaha mencari alternatif serta solusi
dalam berlatih. If it hurts, then you’re
doing it wrong!
Namun perlu dicamkan juga bahwa berlatih piano butuh kerja
keras, disiplin yang tinggi. Jangan sampai tertanam bahwa piano is all about fun dan tidak butuh latihan dan kerja keras.
Belajar piano butuh waktu yang sangat panjang dan barangsiapa yang ingin
belajar piano harus menyediakan waktu ekstra untuk berlatih. Jika Anda hanya
punya waktu 15 menit untuk berlatih dalam seminggu, better makes that 15 minutes counts as a good and qualified 15 minutes.
Tetapi jangan bermimpi untuk menjadi seorang pianis dunia seperti Lang Lang, just be realistic!
“The
underlying aim of practice is
to
create certainty through the development of high-quality listening”
-
Howard Snell -
“It’s
not necessarily the amount of time you spend at practice that counts.
It’s
what you put into the practice”
10. UJIAN MENENTUKAN
KEBERHASILAN
NO. Keberhasilan
seseorang tidak ditentukan dari secarik kertas. Anak yang tidak lulus ujian
bukan berarti anak tsb tidak passionate
dan tidak berbakat dalam musik. Musikalitas dan apresiasi musik seseorang tidak
bisa dinilai semata-mata dari nilai ujian saja. Tidak semua orang harus menjadi
concert pianist, seperti Teguh Sukaryo dan Aryo Wicaksono.
Banyak faktor yang harus dikaji ulang. Ujian
seharusnya bukan menjadi tujuan akhir dari bermain musik. Apabila ujian menjadi
tujuan akhir, maka hasil akan menjadi segala-galanya dari belajar musik dan
proses menjadi tidak penting lagi. Sedangkan pembelajaran musik itu membutuhkan
waktu seumur hidup (life-learning process).
Pertimbangan mengikuti ujian tidak terlepas dari maksud dan tujuan perkembangan
diri, aktualisasi diri sang anak dalam mempelajari musik itu sendiri. Jangan
sampai anak dipaksa mengikuti ujian dalam keadaan tidak siap, karena efek
kegagalan dalam ujian itu sangatlah besar bagi proses belajar musik ke
depannya. Support orang tua dan
lingkungan yang kondusif mempunyai peranan yang sangat krusial bagi
perkembangan karakter anak. Ujian
hendaklah dipandang sebagai alternatif yang bisa membangun, memotivasi anak
untuk tetap bertekun dan semakin mencintai musik.
LEARNING PIANO = LEARNING ABOUT LIFE ITSELF!
Akhir kata... belajar
piano adalah seni belajar tentang misteri kehidupan itu sendiri yang melibatkan
banyak aspek dan sangat kompleks. Terkadang semua faktor sudah dipenuhi, tetapi
belum tentu bisa membuat anak mencintai musik piano.
Setidaknya lewat artikel
ini, mitos-mitos yang menjadi momok bisa dieliminasi dan membuka cakrawala yang
baru bagi para praktisi musik, supaya menjadi lebih kritis dalam menyikapi
paradigma dan problem yang timbul dalam belajar piano.
FIND AND PRESS THE RIGHT BUTTON
Mungkin juga perlu ditekankan
disini bahwa guru piano bukanlah tukang sulap, melainkan partner dan konsultan
dalam pendidikan musik anak. Realitanya dalam belajar piano dibutuhkan standar
minimal yang harus dipenuhi, seperti piano akustiknya itu sendiri, meluangkan
waktu untuk berlatih, dukungan semua pihak, komunikasi yang baik antara
guru-murid-orang tua, dan mudah-mudahan dari semua usaha tsb kita bisa menekan “tombol”
yang benar untuk membuat anak mencintai musik dan bisa mengapresiasikan dirinya
lewat musik. Start with yourself! “Ready?
Play!!!”