Thursday, January 8, 2015

"GURU PIANO YANG KILLER" - by: Jelia Megawati Heru (Staccato, January 2015)

"GURU PIANO YANG KILLER"
by: Jelia Megawati Heru
Staccato Article, January 2015


"DASAR IDIOT!"
teriak Nadia Boulanger kepada Astor Piazzolla muda (1935)

Adalah Nadia Boulanger, seorang music educator terbaik yang legendaris pada abad ke-20, profesor di Paris Conservatory, conductor, dan komposer yang berperan penting dalam menempatkan Astor Piazzolla, komposer dari Argentina - dalam takdir dan akar jiwa sejatinya, yaitu tango dan bandoneon.

Nadia Boulanger

Hal yang menarik disini adalah walau Nadia Boulanger adalah seorang akademisi, seorang professor di konservatori terkemuka. Hal itu tidak mencegahnya mengucapkan kata-kata kasar, seperti idiot maupun kata-kata makian lainnya. Namun demikian tidak dapat dipungkiri, justru berkat jasa Nadia Boulanger lah justru Piazzolla menemukan esensi dari musiknya.

Biasanya persepsi karakter killer melekat pada dosen universitas yang bisa menekan mahasiswa dengan nilai mata kuliahnya. Sedangkan killer pada guru piano lebih diidentikan dengan kritik yang pedas, hyper-critical, sarkasme, dan sikap arogan. Mengapa guru piano banyak yang ‘killer’ alias super galak? Dimana batasan guru dalam bersikap? Apa efeknya bagi karakter murid? Bagaimana kita harus menyikapinya?      


PERFEKSIONIS & MENGGAPAI KESEMPURNAAN
“The problem with the pianist, is that he’s too perfectionist!” Para pianis umumnya memiliki sifat perfeksionis, percaya diri (malah terkadang over pe-de), cenderung narsis, egois, dan arogan. Jangan salah, hal ini bisa menjadi hal yang positif. Mengingat tuntutan bermain dengan tingkat kesulitan yang tinggi, menjadi sorotan (highlight,) dan tanpa kesalahan - dibutuhkan mental baja, ibarat atlet sport dan kedisiplinan yang sangat tinggi. Namun ibarat dua sisi koin, sifat perfeksionis ini bisa menjadi bumerang bagi seorang pianis. Sifat perfeksionis ini juga membuat pianis tidak dapat mentolerir kesalahan dan tidak sabaran. Hal ini bertentangan dengan profesi guru piano, yang justru membutuhkan dedikasi dan kesabaran untuk mendidik murid.

Sumber: Euge.ca

Mengapa pianis cenderung perfeksionis? Berbeda dengan Musik Pop dan Rock, Musik Klasik harus dimainkan dengan PRESISI dan KETEPATAN (accuracy) yang tinggi sesuai dengan apa yang tertulis dalam partitur, nada, ritmik, lengkap dengan detail dan pernak-pernik tanda dinamika, tempo, dan artikulasi. Tradisi berlatih Musik Klasik di Eropa telah menjadi ATURAN BAKU yang telah berkembang selama berabad-abad dan menghasilkan pianis kelas dunia, seperti: Evgeny Kissin, Arthur Rubinstein, Vladimir Horowitz, Alfred Brendel, Krystian Zimerman, dan masih banyak lagi.


Disini tidak ada ruang untuk berimprovisasi, seperti pada Musik Jazz. Belum lagi tuntutan seorang concert pianist sebagai soloist untuk piawai memainkan suatu permainan dengan kecepatan yang sangat tinggi, tanpa kesalahan, di hadapan publik. Kalau saja Anda tahu, berapa banyak latihan dan jam terbang yang harus dilewati untuk mencapai hal tsb. Tampaknya kata “insane” dan “unhuman” tidak berlebihan untuk mendeskripsikan hal tsb. Contohnya seperti Kissin waktu ia kecil, ia berlatih Hanon setiap hari dalam semua kunci dengan kecepatan bagai mesin dengan the clicking monster, alias metronome.

Sumber: Vogue

PERSEPSI GURU PIANO YANG ‘KILLER’
Sebetulnya apa sih definisi guru piano yang killer? Tergantung! Banyak faktornya dan relatif dilihat dari kacamata siapa. Orang suka salah mengintepretasikan antara tegas, disiplin, galak, kejam, dan jahat. Menegur murid yang malas latihan dan tidak mengerjakan PR dikatakan jahat. Ya aneh, padahal itu sudah lazimnya bagian dari pekerjaan seorang guru. Memang masalah killer atau tidak, tentunya tergantung dari cara penyampaian guru ke murid juga. Terkadang bukan kata-katanya yang menyakitkan. Namun nada bicara yang naik atau body language (mimik, gesture) guru – yang sudah menjadi bawaan dari guru tsb. Dilemanya di satu sisi, guru musik dituntut untuk memiliki sikap tegas dan disiplin. Sementara yang dihadapi adalah murid yang kenakalannya di luar batas kewajaran. Disini batasan antara tegas dan killer bisa menjadi sangat rancu.

Yang jelas perilaku kekerasan dalam mengajar (KDM, bukan KDRT), baik secara fisik dan verbal sebaiknya dihindari. Karena tidak ada satu metode pun yang mengajarkan untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, apalagi dengan kekerasan. Misalnya: memukul dengan penggaris, mencubit sampai biru, dan memaki dengan kata-kata “dasar bodoh!” Secara verbal, bentuknya bisa berupa kritik yang negatif, destruktif, hyper-critical, sarkasme, opini subjektif yang arogan/menjurus, atau mungkin pertanyaan yang tidak bisa dijawab murid – hanya untuk sekedar mengetes murid atau pamer (show off). Hal ini sangatlah tidak mendidik dan tidak produktif.


Ironisnya, guru yang perlu kita waspadai itu bukanlah guru yang galak, tapi guru yang mematikan motivasi belajar anak dan membuat anak berhenti, benci musik, benci piano! Guru kategori ini bisa jadi tidak perlu berteriak-teriak, dengan nada yang halus, bisa mengatakan hal yang menyakitkan lewat mind games and power play. Sering dijumpai guru piano dari Eropa akan mengatakan You will never make it, you don’t have pianist fingers, you are not a real musician!” Tidak semua murid bisa menerima perkataan yang pedas ini.  Ada murid yang terpukul, shock, dan mengalami mental break down. Tapi disisi yang lain, ada murid akan justru ketika mendengar perkataan pedas ini akan menjadi lebih terpacu untuk bekerja lebih keras dan lebih baik lagi. Terkadang ini bukan masalah benar atau salah, namun apakah guru bisa menemukan tombol yang tepat?

Tidak ada penanganan yang baku bagi semua orang. Tergantung karakter dan kebutuhan masing-masing anak. Tidak semua murid harus dibentak dan diberi latihan jari ala Beyer dan Hanon. Zaman sudah berubah, banyak metode pengajaran musik yang lain selain metode diktator. Sedangkan anak yang tidak latihan pun juga tidak bisa didiamkan saja. Pekerjaan rumah bagi guru dan orang tua murid. Bukan hanya melimpahkan 100% ke guru piano saja! Bagaimana cara memotivasinya, alih-alih membentaknya? Karena usaha Anda menjadi sia-sia, kalau tidak ada efek apapun bagi murid ybs. Carilah SOLUSI yang lebih smart dan metode belajar yang lebih efektif (personalized teaching method)!


EFEK GURU PIANO YANG KILLER
Tidak semua anak bisa menerima perlakuan yang keras, baik dalam tutur kata maupun sikap. Mengajar ibarat chemistry antara murid dan guru. Walaupun anak pada akhirnya berhasil memainkan lagu dengan sempurna, tanpa kesalahan. Pertanyaannya yang perlu diajukan adalah apakah semua makian dan kekerasan itu sebanding dengan hal tsb dan tidak menyisakan efek samping bagi perkembangan karakter sang anak?

Tindak kekerasan secara fisik maupun verbal sebaiknya dihindari, karena bagi guru piano yang tidak mengenyam pendidikan tentang mengajar musik dapat berakibat fatal. Bukannya anak semakin termotivasi, anak bisa menjadi tersinggung, tidak antusias,  tidak percaya diri, ngambek, malas, frustrasi/stress, dan bahkan mogok latihan. Lalu ujung-ujungnya tidak mau les piano lagi, maupun mempelajari instrumen musik yang lainnya. Guru yang terkesan ringan tangan dan galak menjadi salah satu alasan anak untuk membenci piano. Belum lagi anak akan menjadi takut salah, trauma, dan membenci musik. Akhirnya kerja keras bertahun-tahun, hilang dalam sekejap saja entah kemana. Betul-betul membuang waktu. Hal ini sangat bertentangan dengan visi awal sebuah pelajaran instrumen piano.


MENGAJAR ADALAH SENI
Mengajar adalah sebuah disiplin ilmu sekaligus seni. Faktor yang mempengaruhi sebuah kegiatan belajar mengajar sangat banyak dan tidak ada satu metode pengajaran yang cocok untuk semua kondisi. Karena dalam mengajar, yang kita hadapi bukanlah benda mati seperti layaknya mesin atau robot. Kita berhadapan dengan berbagai karakter manusia yang KOMPLEKS. Jadi, jangan kaget kalau hasilnya tidak sesuai dengan yang Anda inginkan. Anda bisa saja memukul anak Anda, dijemur, dicaci-maki, dipukul, dan dibimbing oleh guru piano yang spesialis kompetisi. Tetapi metode ini tetap tidak berhasil membuat anak menjadi bisa bermain piano. Jadi tidak ada resep rahasia khusus dan tidak ada jalan pintasnya. Rumusnya selalu sama, yaitu: kesabaran, komunikasi, cinta seni, inspirasi, dedikasi, disiplin, dan kerja keras.

Musik bisa mengaktifkan otak kanan dan otak kiri? Yes. Musik bisa membuat anak bodoh menjadi jenius? Hmm… Jangan pernah lupa tujuan dari seni adalah memanusiakan manusia, bukan mencetak robot jenius.  Apalah gunanya pintar, tapi “kosong,” tidak tahu tata karma, dan mental tempe? Anak bukanlah robot atau sapi. Guru piano juga bukan aplikasi computer (Apps)! Perlakukan anak seperti manusia dan hargai pribadi anak! Karena motivasi yang terbesar adalah ketika keinginan bermain musik dan belajar piano datang dari dirinya sendiri. “MUSIC first, STUDENT second, PIANO third!”


MENYIKAPI GURU PIANO YANG ‘KILLER’
Di Indonesia, guru piano yang killer umumnya lebih disukai oleh orang tua murid. Karena menurut mereka, anak mereka akan lebih terpacu untuk berlatih alias tidak malas latihan, apabila mereka menerima teguran dan bentakan dari guru pianonya. Untuk beberapa orang tua, apakah murid senang atau menyukai gurunya tidak penting, selama muridnya berprestasi. Namun, kita harus cermat-cermat dalam menyikapi perilaku guru piano yang “terlalu galak,” karena sikap terlalu galak tidak selalu menyelesaikan semua persoalan. Tidak semua guru piano mengenyam pendidikan musik dalam bidang pedagogy. Guru-guru piano di Indonesia bukanlah Nadia Boulanger. Umumnya mereka hanya pernah mendapatkan kursus piano dan mendapatkan sertifikat lewat ujian praktek piano. Lalu 'berpetualang' dengan bekal apa yang mereka tahu dan dengan sistem "trial and error". Sedangkan bermain musik dan mengajar adalah dua ranah yang sangat berbeda.

Apabila anak Anda mengeluh karena guru pianonya galak atau anak mandeg dalam pelajaran musiknya, jangan buru-buru menyalahkan gurunya. Dengan berganti guru, kemungkinan masalah tidak menjadi selesai. Ibarat dokter, Anda harus melihat kasus per kasus. Dimana sakitnya, kenapa bisa sakit, apa gejalanya? Bukan semua jenis penyakit, dihajar dengan obat antibiotik. Mengajar pun demikian. Banyak faktornya dan sangat kompleks. Situasi bisa menjadi sangat sensitif dan lebay bagi beberapa orang tua, apabila menyangkut anaknya. Apalagi dalam menangani anak semata wayang yang manja dan tidak pernah dimarahi oleh orang tua seumur hidupnya. KOMUNIKASI adalah salah satu kuncinya. Oleh karena itu sebagai orang tua, ada baiknya Anda selalu berpartisipasi AKTIF dalam pendidikan musik anak Anda. Caranya?


1. MENDENGARKAN & MEMAHAMI KONDISI ANAK
Pantaulah perkembangan anak Anda! Pernahkah Anda mendengar keluh-kesahnya, apakah anak suka piano, anak suka memainkan lagu apa, dan apakah anak mengalami kesulitan dalam berlatih? Apa sebetulnya alasan anak tidak latihan? Apakah karena tidak ada waktu, kebanyakan les, tidak mengerti apa yang harus dilatih? Komunikasi semacam ini terkadang hanya membutuhkan waktu lima menit. Jika orang tua tidak mengetahui apapun tentang anaknya, mulai sekarang ada baiknya Anda belajar MENDENGARKAN!

 

2. KOMUNIKASI DENGAN GURU DAN MENCARI SOLUSI
Apabila ada perilaku guru yang tidak berkenan, ada baiknya Anda selesaikan secara internal, dengan membicarakan hal ini empat mata dengan guru ybs. Jangan membahasnya dengan orang tua murid yang lain, menjelek-jelekkan guru ybs (black campaign,) atau berhenti les. Untuk apa? Toh, anak tidak akan menjadi lebih baik. Daripada mencari kambing hitam, lebih baik carilah SOLUSI terbaik demi tumbuh kembang sang anak! Karena situasi kondusif dalam belajar mengajar sangat berpengaruh terhadap kemajuan anak. Apapun permasalahannya, hendaknya pelajaran musik anak jangan sampai terhenti. Apabila komunikasi dengan guru mengalami titik buntu, bicarakanlah hal ini dengan kepala sekolah musik ybs.


3. MENCARI GURU YANG PROFESIONAL & BERPENGALAMAN
Carilah guru yang profesional dengan latar belakang pendidikan musik khusus mengajar (music pedagogy) dan dengan jam terbang yang tinggi, serta reputasi yang baik. Guru yang profesional akan memberikan instruksi yang relevan, jelas dipahami, detail, serta singkat padat bagi murid. Selain itu guru yang profesional tidak akan mencampur-adukkan urusan pribadinya dengan urusan pekerjaan. Sehingga opininya selalu positif, objektif, dan pertanyaan yang diajukan sifatnya mengkonfirmasi kondisi murid dan pengetahuan musik, menstimulasi ingatan mengenai topik/informasi yang pernah dipelajari, serta mampu mendiagnosa problem yang dihadapi murid. Bukan sekedar kritik betapa tidak kompetennya murid.


4. MENCARI INFORMASI MENGENAI FILOSOFI & METODE MENGAJAR MUSIK
Sebagai orang tua, Anda harus lebih kritis dan bijaksana terhadap semua informasi yang beredar. Jangan lantas mendengar kata internasional atau bagus, publik latah menyerap informasi tanpa disaring terlebih dahulu. Bacalah buku atau carilah informasi mengenai filosofi, metode mengajar musik dari berbagai sumber. Observasilah dan lakukan survei metode pengajaran pada beberapa sekolah musik. Mungkin bisa dengan meminta ijin masuk ke kelas, membaca brosur, dan saling bertukar pikiran dengan orang tua murid lain.


5. MENJADI PARTNER LATIHAN ANAK DI RUMAH & MENDAMPINGI ANAK
Alangkah baiknya, apabila orang tua juga bisa menjadi partner latihan anak di rumah dan senantiasa mendampingi anak dalam les piano nya, maupun hadir dalam resital piano. Peranan positif orang tua dalam mendukung perkembangan musikal anaknya, akan tampak dalam kecintaan anak terhadap musik. Caranya? Bisa 1001 macam – mulai dari nonton konser bersama, melihat youtube musik bersama, mendengarkan musik, atau kalau orang tua bisa bermain musik atau menyanyi bisa bermain musik bersama dengan sang anak. Just be creative! Tidak harus melulu Musik Klasik, tapi bisa musik dari genre manapun.