Sebagian terbesar manusia menganggap bahwa musik adalah seni olah bunyi. Ya tentu anggapan tersebut sangat benar dan sudah tertanam berabad-abad sebagai sebuah batasan tentang musik. Namun sebetulnya, musik memiliki sisi dan bahkan semburat yang sekedar olah bunyi. Momentum musik layak dicatat dan didokumentasi. Teorema musik perlu dijabarkan dengan tulisan. Pemahaman filosofis tentang musik perlu dibingkai artikel. Untuk hal-hal semacam itulah MAJALAH STACCATO ada. Dan tentu peran besar tersebut tak lepas dari para kontributor handal. Mereka adalah para penulis hebat, berdedikasi, tak kenal Lelah, mencurahkan buah pikir lewat pena. Berada bersama STACCATO lebih dari satu dasawarsa. Mereka adalah ibu JELIA MEGAWATI HERU,M.Mus.Edu (JMH) dan Bapak MICHAEL GUNADI WIDJAJA (MGW).
Staccato mewawancarai kedua beliau. Untuk menggali serpihan mutiara yang mungkin semburatnya baru anda kenal. Siapa tahu ada yang akan menginspirasi atau menambah wawasan anda semua tentang musik yang tak sekedar olah bunyi.
1. Sejak kapan Mas Mike dan Ibu Jelia mulai menulis, dan apa yg mendorong anda untuk menulis?
JMH: Saat kuliah musik di Jerman, seorang Professor saya berpesan agar saya tak hanya berpiano, tak hanya mengajar, namun juga menulis, karena menulis itu adalah satu bentuk ketrampilan abstraksi materi. Orang yang mahir menulis tentu ia mahir menyampaikan gagasannya, dan ini sangat berguna bagi bidang pekerjaan saya sebagai Music Educator. Itu yang mendorong saya menulis dan sesampainya di Indonesia saya mulai menulis di Kompasiana, Citizen Journalistic dari harian KOMPAS. Saya bikin blog pribadi Jelia’sMusic Playground. Kemudian menulis sudah 3 buku tentang musik: Hitam Putih Piano, Pianolicious, dan Pengetahuan Dasar Musik Teori, dan ya tentu saja di Majalah Staccato.
MGW: Sejak SMP dan SMA saya menjadi pemimpin redaksi majalah sekolah. Oh ya, majalah sekolah saya bukan lembar stensilan ya, tapi dicetak professional dan memiliki ijin terbit dari Departemen Penerangan, Direktorat Sosial Budaya, ini zaman Pak Harto ya. Setelah lulus SMA, saya menjadi penulis lepas di koran-koran terutama tentang ulasan Politik. Zaman ORBA lho. Salah tulis kepala hilang hahahaha. Beberapa kali juga menulis tentang seni dan kebudayaan. Bagi saya menulis itu menantang. Bagaimana menyuguhi orang Indonesia yang tidak gemar baca, dengan pengetahuan, informasi dan buah pikiran yang memaksa mereka untuk mau membaca?
