Tuesday, November 1, 2011

PELANGI TITIAN JEMARI EMAS

PELANGI TITIAN JEMARI EMAS
by: Michael Gunadi Widjaya
 



Pelangi senantiasa memberi nuansa berbeda setelah hujan. Untuk sebagian orang, pelangi dapat menorehkan berbagai kisaran makna. Untuk sebagian orang lainnya, pelangi hanyalah sebuah fenomena alam biasa. Apapun persepsinya, pelangi telah memberi kontribusi nyata, setidaknya turut memberi nuansa pada kehidupan itu sendiri. Setelah mendung, hujan, tersemburat warna pelangi. 


Menjadi sebuah sorotan yang agak berbeda manakala kita mencoba mengais makna fenomena pelangi ke blantika seni musik. Iklim seni musik di Indonesia sempat mengalami mendung. Akibat kurikulum pendidikannya yang masih carut marut. Juga mengalami hujan yang meskipun sedikit sejuk namun juga menyisakan dingin basah yang kurang nyaman, akibat sebagian guru musik masih berparadigma kolot dan terbuai oleh kemapanan semu. Saat sekarang, iklim pendidikan musik di Indonesia telah mulai menuai semburat warna pelangi. Dengan hadirnya sosok MUSIC EDUCATOR. Tentu kita tak bisa membuat generalisasi bahwa seorang music educator adalah “dewa” dalam setiap hal dalam pendidikan musik. Namun yang utama, music educator ini adalah pelangi. Menyemburatkan warna, nuansa dan asa baru bagi pendidikan musik di Indonesia untuk masa mendatang.



Profesi music educator masih terbilang langka di Indonesia. Salah satunya adalah sosok seorang JELIA MEGAWATI HERU. Alumnus Jerman dengan spesialisasi pendidikan musik (music education) dengan major piano. Karir musiknya dapat dikatakan cemerlang. Di usia 24 tahun telah menjadi Dekan pada sebuah Institut Musik di Tanah Air. Menjadi  menarik saat menelisik konsep pemikiran dan apa yang telah dilakukan Jelia dalam kesekitaran  perkembangan pendidikan piano di tanah air.

Sejarah mencatat bahwa peradaban manusia ditandai oleh beberapa tonggak penting. Tak terkecuali dalam pendidikan musik khususnya musik piano. Orang mengenal Haydn sebagai guru yang sangat ke-bapa-an dan amat sangat menjaga perasaan hati muridnya. Orang juga mengenal Carl Czerny yang berhasil mencetak seorang Franz Liszt menjadi maha pianis dengan cara dua tahun penuh hanya memainkan latihan finger dexterity. Juga academia di Rusia yang secara militant dan Spartan menggembleng para musisi muda. Juga Franz Liszt yang obral ilmu. Leila Fletcher, dan juga pasangan Nancy dan Randall Faber yang mencoba mengedepankan konsep yang “ modern”.


Seorang Jelia bukanlah jiplakan dari mentor dan anchestornya. Jelia memiliki originalitasnya sendiri. Memiliki konsep pemikirannya sendiri dan dipadukan dengan profesionalismenya yang siap dan mumpuni. Jejak langkahnya dapat ditelisik di blog pribadinya http://www.jeliaedu.blogspot.com, dan juga kanal youtube-nya. Di dua situs itu nampak jelas konsep pemikiran edukatif seorang Jelia. Untuk metodologi misalnya. Seorang Jelia berpendapat bahwa tiap individu memiliki kesulitannya tersendiri. Maka untuk tiap siswanya, Jelia senantiasa mengetrapkan metodologi yang khas berdasarkan status personal siswanya. Penerapan metodologi ini disertai dengan encouragement dan inspiration yang dilakukan secara professional dan pas. Hal tersebut dapat diamati dengan jelas pada video tampilan siswanya, yang kesemuanya merasakan musik sebagai sebuah nilai bagi kehidupan, bukan sekedar barang hiburan.


 



 

Slideshow Jelia's Profile "Music from Passion"
by: Mr Denny Turner


Menelisik jejak langkah seorang Jelia Megawati Heru membawa kita pada relung pemikiran yang berbeda. Di Blog pribadinya, Jelia acapkali memuat tulisan pencerahan di seputar pendidikan musik. Dan tentu dengan telaah dan bahasa yang relative mudah dicerna. Konser bagi siswa pun diadakan dalam nuansa edukasi yang kental. Adegan teatrikal di panggung, kostum dan juga pemilihan repertoire. Seperti misalnya karya Leroy Anderson "The Typewriter" tentang mesin ketik dan piano.

Leroy Anderson "The Typewriter"
Typewriter: Aldhi Mahardika
Piano: Jelia Megawati Heru

Randall Compton "CS Theme & Variation"

"Scarlet Cape"

Setidaknya Jelia mengupayakan bahwa musik serius bukan hanya pengisi bathin sebagai santapan jiwa, namun tetap ada unsur pencerahan yang dapat sangat menghibur dan menginspirasi.




Di bulan November ini, Jelia akan menggelar konser ensemble piano. Melibatkan bukan saja siswanya melainkan juga para guru yang masih muda-muda. Konser ini bertajuk "THE GOLDEN FINGERS PIANO ENSEMBLES". Untuk event ini, Jelia membuat satu blog tersendiri dan mendokumentasikan hampir semua kegiatan yang berkenaan dengan piano ensembles tersebut: http://www.piano-ensembles.blogspot.com Yang menarik adalah, sepertinya ini adalah sebuah upaya untuk menjadikan piano ensembles bukan sekedar permainan musik bersama. Namun sebuah sublimasi nyata komunikasi dalam kehidupan para pelakunya. Menghidupkan musik dan memusikkan kehidupan.



Tentu untuk ke depan masih banyak tantangan dan juga hambatan sekaligus peluang bagi music educator seperti Jelia. Namun, sosok dan pemikiran serta kreatifitasnya dalam menjadikan musik sebagai wahana yang mengedukasi banyak orang, dapatlah dikatakan sang pelangi telah menarikan tariannya untuk menghasilkan the golden fingers yang tak kan pernah pudar...