Monday, August 8, 2016

PIANO POP: "PIANO YANG NON-KLASIK" - by: Jelia Megawati Heru (Staccato, August 2016)

PIANO POP: 
“PIANO YANG NON-KLASIK”
by: Jelia Megawati Heru
Staccato, August 2016 


“Lho?! Kok anak saya diajarin lagu Pop sih? 
Jangan dong! Nanti dia jadi band-band an nggak karuan!”

CELOTEH SINIS DAN NILAI PLUS PIANO POP
Seringkali kita mendengar celoteh sinis semacam itu dari banyak orang tua. Celoteh itu mengaitkan “Pop” dengan sesuatu yang sifatnya asal-asalan, industri yang menghalalkan segala cara, dan sesuatu yang kurang bermutu.

Di sisi lain, kita sering melihat iklan kursus dan sekolah musik, yang mencantumkan dengan besar: “MENERIMA LES PIANO POP”. Dari sudut pandang pengelola usaha pendidikan musik, POP memiliki NILAI PLUS. Seolah menyiratkan citra Piano Pop yang seakan “lebih gampang” dan “lebih cepat bisa” dibandingan dengan kompetitornya, yaitu: Piano Klasik yang memakan kurun waktu belajar yang lebih panjang. Piano Klasik itu susah, butuh waktu, dan ketekunan. Sedangkan Piano Pop menjanjikan sesuatu yang lebih instan. Rupanya inilah yang menjadi salah satu daya tarik dari Piano Pop yang sarat dengan aroma industri Musik Pop. Dimana besar peluang si siswa akan menjadi artis dan mendapatkan banyak uang.

Dua fenomena tersebut menyiratkan pada kita, bahwa terdapat dua dikotomi: pro dan kontra Piano Pop. Masing-masing sebetulnya dengan dasar pemikiran simplicity dan mungkin naif. Menjadi agak menarik dan perlu, terutama bagi guru dan orang tua, untuk mendapat keterangan dengan proporsi yang seimbang dan setimbang. Agar sikap bijak dapat diambil dalam kerangka pendidikan musik, terutama musik piano.