Saturday, July 2, 2022

"OTENTIK": Menampilkan Musik Klasik yang Otentik | by: Jelia Megawati Heru | Staccato, July 2022

“OTENTIK”
MENAMPILKAN MUSIK KLASIK YANG OTENTIK
by: Jelia Megawati Heru
Staccato, July 2022

 

BACH RASA CHOPIN

Konflik bagaimana seharusnya orang memainkan dan menampilkan karya Musik Klasik  yang otentik pada abad ke-21 sudah berlangsung sejak ratusan tahun dan menghasilkan perdebatan yang tidak berujung pangkal. Bagaimana supaya orang tidak salah kaprah atau “lebay” dalam mengintepretasi dan memainkan karya Musik Klasik? Jangan sampai Bach terdengar romantis seperti Chopin! Ibarat orang Jawa yang “medok” berbahasa Inggris atau spagetti ala Italia, namun rasa mie goreng Jawa. Begitu pula dengan “musisi” yang mengklaim dirinya bisa memainkan karya Bach, namun tidak mempunyai rasa Bach. 


Spagetti Sambal Pete

 

AL DENTE

Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa memainkan karya Musik Klasik yang otentik dan mempunyai rasa komposer dari zaman tertentu? Bagaimana seorang chef membuat pasta pomodoro e basilica ala Tuscany yang sempurna? Anda belajar dari ahlinya, chef dari Italia – bukan Jawa, lalu mempelajari proses membuat pasta dari tepung dengan tangan Anda sendiri – bukan memakai macaroni dari al f*nte, memakai bahan-bahan dan bumbu terbaik ala Italia – bukan bumbu jadi instan, merebusnya sampai al dente – bukan terlalu matang, menyajikannya ala Italia dengan segelas white wine – bukan teh tarik, dan mungkin menikmatinya perlahan dengan iringan musik four seasons dari Antonio Vivaldi? Oh wow, Bon appétit! 

 

BEING AUTHENTIC

Pertanyaan "keaslian" itu rumit, dan tidak sesederhana yang diyakini sebagian orang. Tidak ada jawaban universal dan abadi untuk pertanyaan mengenai otentik. Penggunaan instrumen yang mirip atau sama dengan instrumen yang biasa digunakan pada saat musik itu ditulis dapat menjadi penting, tetapi begitu juga dengan praktik pertunjukan pada saat musik itu ditulis, serta pertimbangan-pertimbangan tentang apa yang mungkin dimaksudkan komposer ketika dia menulis musiknya. 


 

Namun pada umumnya "KEASLIAN" terkait erat dengan gagasan pertunjukan yang menyajikan transmisi yang dapat diterima dan akurat kepada audiens tentang niat dan seni komposer, seperti yang tercantum dalam notasi musik. Ketika permainan karya tsb itu “diterima” oleh telinga publik, disitulah musisi tsb memainkannya dengan "benar". 

 

Pada tingkat yang paling dasar, ini mencakup pemahaman yang benar dan kinerja dinamika, artikulasi, tempo, tanda-tanda ungkapan dan ekspresi, dan semua detail lain yang disertakan oleh komposer dalam skornya yang menandakan niat mereka. Sebuah pertunjukan dapat dianggap "tidak autentik" karena menyimpang dari gagasan guru, kritikus, atau pendengar tentang bagaimana musik itu seharusnya.



APAKAH SALAH MEMAINKAN MUSIK KLASIK YANG TIDAK OTENTIK?

Memangnya kenapa kalau tidak otentik? Musik Klasik itu kan sudah ratusan tahun dan kenapa kita harus bermain dengan cara yang ‘asli’ seperti di zaman Bach dan Mozart? Otentik bukan hanya masalah sejarah, otentik adalah GAYA (STYLE), GENRE, dan ESTETIKA. Dalam hal ini sifat dan nilai estetika dalam tradisi Musik Barat. Ada kewajiban artistik yang terkandung di dalam sebuah permainan karya Musik Klasik. Selain itu publik secara universal juga lebih bisa menerima konten yang dimainkan secara otentik sesuai dengan kodrat dan pakemnya. 

 

Kita tidak bisa juga mengatakan dengan gamblang, bahwa sebuah pertunjukkan yang otentik akan lebih unggul secara estetis daripada yang tidak otentik. Ini merupakan hal yang subjektif. Seni itu tidak bisa kaku seperti matematika. Tidak ada benar maupun salah. Pada dasarnya orang sah-sah saja untuk mengeksplorasi semua kemungkinan yang ada dalam memainkan karya dari komposer Musik Klasik sesuai dengan konteksnya – selama esensi dan nilai estetikanya tidak hilang. 

 

TETAPI, ada tetapinya ya. Tetapi alangkah baiknya sebelum kita mengeksplorasi, kita harus paham dulu batas-batasnya dan paham esensi dari musiknya, supaya jangan kebablasan dan jadi bahan tertawaan. Jangan semuanya dibilang fusion, padahal tahu arti kata fusion saja nggak. Banyak pula musisi yang mengklaim, bahwa mereka menciptakan sesuatu hal yang baru, padahal mereka ternyata hanya seorang plagiat dan copycat

 

Sebagai musisi yang baik, kita mempunyai kewajiban moral untuk memainkan musik dengan otentik, atau setidaknya berusaha melakukannya, terlepas apakah penampilan tsb lebih unggul secara estetika daripada penampilan musisi lainnya.



TEKNIK & SENI MEMAINKAN BACH

Karya Musik Klasik yang paling banyak kontroversi adalah Johann Sebastian Bach. Bach adalah improvisator terbaik di zamannya dan karyanya menyiratkan hal itu. Adalah keliru apabila karyanya dimainkan dengan kaku, sesuai dengan teksnya. Namun hal ini tidak berarti kita bisa memainkannya dengan rubato, seperti Chopin atau Liszt. 

 

Begitu banyak kontroversi dalam memainkan komposisi dari JS. Bach – mulai dari teknik bermain hingga intepretasinya. Kaum “puritan” (purist) akan menampilkan karya JS. Bach secara otentik, yaitu dengan menggunakan harpsichord. Sedangkan di zaman modern, karya Bach ditampilkan dengan menggunakan piano. Kubu pertama menggunakan teknik permainan untuk menghasilkan bunyi seperti harpsichord – tanpa pedal, non-legato, tanpa perubahan tempo dan dinamika. Lalu kubu lainnya menggunakan pendekatan yang jauh lebih “romantic” dengan menggunakan “special effect,” berupa pedal, legato, perubahan dinamika yang kontras, rubato, dan penggunaan vibrato pada biola. 



Bagaimana seseorang dapat memainkan karya musik yang otentik dan mempunyai jiwa dan rasa Musik Klasik? 

 

1. Mempunyai teknik bermain musik tingkat mahir (advanced) 

Dalam memainkan karya Musik Klasik, dibutuhkan teknik bermain musik yang sangat tinggi. Karena tingkat kesulitannya yang tinggi, yang membutuhkan kecepatan, keakuratan, dan fingering yang tepat. Bagaimana kita bisa memainkan Musik Klasik yang otentik, tapi masih berjuang dengan fingering dan teknik dasar bermain yang salah (misalnya main tangganada nya saja salah atau tidak bisa menjaga tempo yang stabil). Setiap level tentunya menuntut teknik bermain yang berbeda. Semakin tinggi level nya (dengan durasi semakin panjang dan musik yang semakin kompleks), maka semakin sulit pula teknik bermain yang harus dikuasai. 

 

2. Mempunyai kepekaan pendengaran (ear training) dan bisa menyanyi 

Musik itu bukan sekedar bunyi. Karena kompleksitas dari musik polyphony, maka dibutuhkan kepekaan mendengar dua sampai empat nada yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Ibarat memainkan paduan suara atau strings quartet lewat 10 jari kita. Untuk itu Anda harus bisa menyanyikan tema utamanya. Lalu apabila Anda memainkan Musik dari zaman Romantik, ada baiknya Anda mampu mengedepankan melodic line yang ‘singing out’.



3. Menguasai sejarah musik, teori musik, dan form analysis

Seseorang yang ingin memainkan Bach sebaiknya mampu mengenali struktur, frase, tata gramatik musik, rhetorika, dan filosofi dalam musik Bach. Begitu juga apabila Anda ingin memainkan Sonata dari Beethoven, sebaiknya Anda mampu memahami Sonata form, tema, subyek, modulasi, dan CODA.

 

4. Menguasai standard repertoires tingkat lanjut dari komposer ybs

Kuasailah karya-karya lain dari komposer yang kita mainkan lagunya. Misalnya karya Bach, seperti: Invention, Sinfonia, Well-Tempered Klavier, Partita, dan Suite. Kalau Anda sedang mempelajari Chopin, ada baiknya Anda juga pernah memainkan Prelude, Nocturne, Waltz, dan Mazurka sebagai referensi.



5. Mendengarkan musik (CD & konser)   

Anda harus mendengarkan musik komposer yang dimainkan oleh para maestro, seperti: Andras Schiff dan Glenn Gould untuk JS. Bach. Alfred Brendel untuk Franz Schubert, Artur Rubinstein untuk Chopin, dan Daniel Barenboim untuk Ludwig van Beethoven. 

 

Tentunya bukan hanya mendengar biasa seperti sambil lalu, sambil ngepel atau menyapu lantai ya. Mendengar yang betul-betul menyediakan waktu untuk duduk dan benar-benar mendengarkan. Mungkin juga mendengar sambil membaca partitur musiknya. Seiring dengan kemajuan teknologi sekarang Anda bukan hanya bisa mendengar dari CD, tetapi bisa mendengar dan melihat sekaligus dari YouTube, sehingga Anda bisa mengobservasi bagaimana (how) para maestro memainkan karya musik tsb. Sekeren-kerennya YouTube, mendengarkan konser musik di gedung konser secara live tentunya merupakan pengalaman yang tidak ternilai dan memiliki dampak yang lebih besar.

 

6. Memiliki mentor/expert 

Memiliki mentor/expert dengan latar belakang pendidikan Eropa akan sangat membantu, dibandingkan belajar secara otodidak. Anda akan mengalami kemajuan yang lebih signifikan, apabila Anda bertemu mentor yang tepat. Ibarat seperti belajar dengan native speaker yang membantu Anda untuk berbicara dengan fasih dan natural seperti layaknya seorang native speaker.    

7. Memainkan karya Musik Klasik dalam konser/workshop 

Bagaimana cara mengetes, apakah bahasa asing yang Anda pelajari selama ini dimengerti oleh orang asing yang lain? Anda harus berkomunikasi dengan para native speaker yang lain. Dengan demikian Anda mengetahui sejauh apa orang lain mengerti apa yang Anda katakan. Begitu pula dengan musik. Konser merupakan cara mengkomunikasikan bahasa musik yang selama ini Anda pelajari. Akan lebih baik, apabila Anda mempunyai jam terbang dalam menampilkan karya Musik Klasik dalam sebuah konser atau kompetisi dengan ruang publik internasional.       



KEJATUHAN MUSIK KLASIK DI ABAD KE-21

Musik Klasik selalu menjadi musik kaum elite, terpelajar, kelas atas. Memangnya konten estetika apa sih yang ditawarkan Musik Klasik sampai diagung-agungkan seperti itu? Apa bagusnya musik yang terdiri dari pola-pola? Apakah bisa menawarkan wawasan tentang kehidupan, bisakah mengekspresikan emosi, bisakah menjadi inspirasi, memiliki makna, konten konseptual, historis, atau simbolis yang signifikan? Mintanya banyak banget ya?

 

Apakah Musik Klasik memiliki nilai budaya lebih dari Musik Populer? Banyak orang menganggap Musik Klasik sebagai tidak menarik, tidak relevan, kuno, dan pengap. Masihkah ada orang yang pergi ke gedung konser, membeli tiket mahal-mahal untuk mendengarkan Musik Klasik atau orkestra? Apalagi di zaman COVID-19 seperti ini? Musik Klasik seperti museum, dimana penonton mendengarkan dalam keheningan yang tak terputus.

 

Faktor utama dalam menurunnya popularitas Musik Klasik adalah kegagalan para pemain modern untuk sepenuhnya memahami apa yang diharapkan dari notasi musik masa lalu untuk disampaikan kepada mereka. Musisi dan komposer Musik Klasik di zamannya sebetulnya melakukan pertunjukkan yang dilakukan seperti musisi populer di zaman sekarang. Notasi musik hanyalah sebuah titik awal. Sebagai musisi yang baik, kita diharapkan untuk memahami pesan yang tersembunyi dibalik catatan tsb. Sebagai musisi yang hebat, kita diharapkan untuk melampaui harapan komposer. Menjadikannya lebih personal dan relevan untuk publik di zamannya.  


 

ORISINALITAS DAN PENCIPTAAN ULANG

Menjadi otentik bukan tentang mengikuti seperangkat aturan pada suatu karya musik; sebaliknya, partitur musik memberikan titik awal dimana musisi mulai membuat eksplorasi dan keputusan interpretatif mereka sendiri tentang musik berdasarkan pengetahuan, pemahamannya yang mendalam tentang karya musik dan pengalamannya hidupnya, dan menjadi sedekat mungkin dengan semangat musik dengan semua informasi yang tersedia Dengan cara ini, komposer dan pemain menjadi co-creator.

 

Pertunjukan Musik selalu melibatkan re-creation, sehingga dibutuhkan orisinalitas melalui kreativitas seniman pertunjukan. Selain itu, komponen yang sangat diperlukan dalam efek musik adalah interaksi antara artis yang mereproduksi musik dan publik. Ini membawa kita ke 'keaslian pribadi' dimana para pemain membawa orisinalitas dan gaya pribadi mereka sendiri ke sebuah pertunjukan. 

 

Pertunjukan otentik adalah pertunjukan yang menyandang ciri khusus dari seorang musisi, sambil mempertahankan detail partitur – sebuah paradoks hebat dalam menampilkan Musik Klasik. Ini adalah rasa keaslian pribadi yang nyata yang membuat orang berbondong-bondong untuk mendengar pemain tertentu berulang kali, atau untuk mengidentifikasi permainan seseorang.

 

Pertunjukan seperti itu istimewa, sangat dihargai karena kemampuan pemain untuk menyinari musik dengan cara berbeda, menawarkan wawasan baru, atau interpretasi baru. Musiknya akrab, berakar pada teksnya, tetapi melalui seni pribadi si pemain, kita mungkin menemukan hal-hal baru di dalamnya. Keahlian yang luar biasa dari pemain adalah kemampuan untuk tidak hanya memainkan musik sesuai partitur, tetapi untuk menentukan dan menerangi detail yang tidak ditentukan melalui aspek-aspek seperti rubato dan fermata, dinamika, tempo dan ekspresi – baik TERSURAT maupun TERSIRAT.



Banyak aspek dari sebuah pertunjukkan Musik Klasik yang efektif dan menarik yang tidak dapat diwujudkan hanya dengan memainkan apa yang ditulis dalam partitur musik saja. Music is much more than that.Terkadang musik yang sederhana dan dimainkan dengan passion itu sanggup membuat orang menitikkan air mata saking sublimnya. Walau tanpa penjelasan panjang lebar siapa itu Chopin, walau publik adalah orang awam sekalipun. Tapi dengan mendengar permainan itu, orang bisa tergerak, tersentuh batinnya, mengisi relung hatinya yang paling dalam, dan feeling charged & healed. Tanpa ba bi bu be bo, tanpa introduction, tanpa permisi, siapapun Anda kapanpun, dimanapun. Itulah MUSIK.

 

Dimanakah batasnya dan seberapa banyak kebebasan yang mereka berikan pada diri sendiri untuk menyampaikan asumsi dan maksud dari komposer? Tidak ada aturan ketat yang berlaku secara global. Sejauh tidak melanggar batasan yang mengikat secara hukum pada suatu hak cipta tertentu dan tidak menyinggung SARA. Publik itu tidak bodoh. Seiring dengan berjalannya waktu dan proses pembelajaran publik pun akan mulai memahami, membentuk filter, dan mengembangkan preferensi pribadi dengan sendirinya.



Jika Musik Klasik ingin mendapatkan kembali maknanya, musisi harus berani terbuka, mengeksplorasi, dan belajar untuk membaca yang TERSIRAT. Mereka harus mencari otentisitas dan visi pribadi musiknya dalam profesi yang ramai, kompetitif dan berisik dengan piano competition, opini publik, tradisi, tren saat ini, Instagram, TikTok, dan medsos. Alih-alih meniru orang lain dalam pencarian keaslian, lebih baik menghadirkan kejujuran, ketulusan, dan keaslian pada permainan musik dengan menjadi diri sendiri.

 

Hanya dengan begitulah mereka akan menangkap dan memunculkan kembali kesegaran, keindahan, pesan, emosi, dan esensi yang ingin disampaikan komposer untuk para pendengarnya. Penonton modern tidak akan pernah mendengar Musik Klasik seperti cara yang sama dengan penonton di era Barok. Terlepas dari otentik atau tidaknya, “asli” atau “historis”, musik itu berhasil karena ia melakukan fungsi sebagaimana mestinya, yaitu sebagai MUSIK atau musik akan kehilangan tujuannya dan mati.