TIPE ORANG TUA MURID
DALAM PELAJARAN MUSIK
by: Jelia Megawati Heru
(Staccato, February 2018)
Dukungan orang tua memegang peranan yang amat penting
dalam kemajuan dan perkembangan pelajaran musik anak. Dalam mendidik anak, saya
percaya setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk sang buah hati. Saya tahu
mendidik anak sangatlah rumit dan kompleks. Namun ketika saatnya tiba, orang
tua diharapkan untuk mengetahui hal yang dibutuhkan dan perlu dilakukan. Mulai
dari menerapkan disiplin, mendorong anak untuk berlatih secara teratur,
menghargai orang lain, mengatur jadwal kursus dan latihan, serta membayar tepat
waktu.
Pada artikel kali ini akan dibahas mengenai tipe orang
tua murid yang umum dalam pelajaran musik. Mungkin Anda bisa memilih guru yang
cocok untuk anak Anda, namun Anda tidak bisa memilih orang tua. Artikel kali ini
mungkin akan memberikan sudut pandang yang berbeda dalam memahami dan menyikapi
tipe orang tua murid dengan karakter dan sikon yang menantang. Karena walau
semuanya terkesan aman dan terkendali, bukan berarti Anda tidak akan memiliki
masalah serius dengan orang tua di kemudian hari.
NOTE:
Perlu dicatat, bahwa tipe orang tua murid ini tidak dapat
digeneralisasi, tidak baku, dan tidak bertujuan untuk mengkritik atau
menghakimi orang tua. Kategori ini dibuat berdasarkan ciri-ciri khas yang
dimiliki oleh orang tua dan diharapkan dapat memberikan gambaran/referensi
karakter orang tua yang ada secara umum.
1. TIGER PARENTS
“TOUGH LOVE”, mungkin istilah itu dapat menggambarkan seorang tiger
parents, yang dikenal sangat disiplin ala militer. Anak harus menjadi
yang terbaik. Anak akan berlatih musik, seperti layaknya atlet olimpiade. Tiada
hari tanpa latihan. Akan ada konsekuensi, berupa reward & punishment,
apabila hasilnya baik/buruk. Biasanya orang tua akan berusaha merekam semua
sesi kelas musik anak, mempunyai tuntutan yang sangat tinggi, sangat
kompetitif, dan suka membanding-bandingkan.
Tiger parents menginginkan perlakuan khusus
terhadap anaknya dan umumnya menciptakan pekerjaan yang lebih banyak bagi guru
di luar jam “kantor”. Tiger parents
juga sangat haus kompetisi, apabila anak tidak menang kompetisi, maka kesalahan
terletak pada gurunya. Orang tua seperti
itu sering mengabaikan saran guru tentang ujian atau persiapan festival dan akan
menarik anak untuk mencari guru yang sesuai dengan keinginan mereka.
Perlu diketahui,
bahwa perilaku dan sikap orang tua yang memaksa dapat menyebabkan efek yang merugikan
pada anak. Jika anak tersebut tidak memenuhi harapan orang tua, dia dapat
merasa kehilangan semangat, kecewa dan kurang motivasi. Perilaku seperti itu
juga bisa meningkatkan kecemasan anak secara berlebihan, yang berujung pada
depresi dan bunuh diri.
2. HELICOPTER PARENTS
Selain tiger parents, adapula helicopter parents yang bukan
hanya saja “hadir” dan ikut berperan “aktif” di kelas piano anak, tapi bisa menjadi
sangat rewel dan kritis terhadap kualitas pelajaran yang diterima oleh sang
anak di kelas musiknya. Mereka sangat ingin anak mereka sukses dan ingin
terlibat dalam setiap hal yang dilakukan anak. Sebetulnya niatnya bagus, tetapi
antusiasme mereka untuk terlibat bisa membuat guru menjadi tidak nyaman dalam
melakukan pekerjaannya. Ada kalanya orang tua sebaiknya rileks dan
mempercayakan anaknya untuk diajar oleh guru professional.
3. OVER-STEPPER PARENTS
Nah, selain tiger parents dan helicopter
parents, adapula tipe orang tua yang over-stepper. Mereka menganggap diri
mereka tahu segalanya mengenai anaknya, selalu benar, dan bahkan memberikan saran,
bagaimana seharusnya guru melakukan pekerjaannya. Mereka umumnya juga senantiasa
menanyakan penilaian guru terhadap anaknya dan dapat menginterupsi guru di
tengah-tengah kelas.
Mereka tidak hanya mengkritik dan
menanyai guru setiap langkahnya, tapi juga dapat mencemooh profesi Anda. Mereka terkadang lupa, walau mereka
telah membayar uang kursus dan mempunyai hak untuk terlibat dalam kelas musik
anak; di kelas mereka tidak boleh melewati batas otoritas seorang guru. Mengapa?
Karena hubungan antara guru - murid bisa rusak dan murid tidak bisa menerima
arahan dari 2 guru dalam waktu bersamaan (kebingungan).
Sulit dan sesak napas rasanya, kalau seseorang
mempertanyakan kompetensi Anda, bukan? Walau demikian tiger parents, helicopter
parents, dan over-stepper parents
sebetulnya tergolong orang tua yang bermaksud baik dan peduli terhadap
pendidikan musik anaknya (walau terkadang mereka suka kebablasan). Kuncinya ada pada ketenangan bathin dan komunikasi
yang baik. Luangkan waktu Anda untuk berkomunikasi dengan orang tua tipe tiger, helicopter, dan over-stepper! Jelaskan metode Anda dan
gunakan nada yang halus dalam berkomunikasi. Jadilah pendengar yang baik dan
tetap profesional, ketika mereka berbicara. Hindari konflik dan emosi. Don’t lose your cool!
4. “COOL” PARENTS
Tipe orang tua yang satu ini terbilang sangat rileks dan
terlalu santai terhadap anaknya. Tidak pernah menuntut anaknya, tidak pernah
marah. Bahkan tipe orang tua yang satu ini bisa jadi terlalu memanjakan anak. Anak
diberi kebebasan untuk memilih. Semua permintaan anak hampir semuanya dituruti.
Tipe orang tua ini menganggap piano tidaklah terlalu
penting, kursus piano hanyalah hobi semata dan tidak perlu “ngoyo”. Anak
seringkali datang dalam kondisi tidak siap, belum berlatih, belum membuat PR,
dan selalu mempunyai 1001 alasan. Belum lagi karena kursus musik dianggap
kurang penting dan terlalu sering dianak-tirikan dengan kursus yang lain, maka
akan sering terjadi pergantian jadwal.
Namun jenis orang tua ini bisa cenderung
sangat menuntut, meminta perubahan pada waktu pelajaran dalam waktu singkat dan
menginginkan tanggapan sesegera mungkin, serta pengembalian uang. Mereka juga
sering menjadi orang pertama yang mengeluh jika anak mereka tidak maju, namun
mereka mungkin tidak mau mendukung atau mendorong anak mereka untuk berlatih.
5. SOCIAL MEDIA PARENTS
Tipe orang tua murid yang selalu mengantarkan anaknya,
namun tidak pernah benar-benar “ada” dan mendampingi anak. Jadi apa yang
dilakukan orang tua, ketika mengantar anak ke kursus? Sibuk dengan dirinya
sendiri, fokus dengan gadgetnya, Instagram, selfie, posting foto dan video ke sosial media.
Orang tua tipe ini umumnya selalu online dan lebih suka berkomunikasi via pesan teks. Bisa
mengirimkan video atau tiba-tiba me-request
lagu yang ingin dimainkan anaknya. Padahal tidak semua lagu bisa dimainkan oleh
anaknya dan guru bukan penyedia layanan delivery
express yang menyediakan bakat dalam sebuah kotak hadiah yang berpitakan
emas.
Tanpa kita sadari, medsos juga bisa menjadi bumerang bagi
diri sendiri dan berdampak buruk bagi kemajuan anak. Oleh karena itu, sebaiknya
kita selalu berhati-hati dengan postingan yang sifatnya pribadi. Terutama
apabila terjadi masalah, lebih baik selesaikan masalah secara empat mata dengan
ybs, alih-alih curhat di medsos. Karena medsos merupakan ranah publik.
6. SUBTITUTE
Tipe ini sangat lazim terjadi di kota besar. Dimana kedua
orang tua harus bekerja, sehingga tidak memiliki waktu untuk mengantar anak
datang ke kursus. Kemungkinan besar tugas antar-jemput anak didelegasikan
kepada nanny atau pembantu rumah tangga. Kerap kali guru menemui hambatan yang
besar dalam hal komunikasi, karena tidak berinteraksi dan bertatap muka
langsung dengan orang tua secara reguler. Faktor terjadi kesalahpahaman besar.
Anak biasanya juga mengalami kesulitan, kurang motivasi, dan mengalami
perkembangan yang lambat.
Bagi beberapa guru, selama fee mereka dibayar, murid dan orang tua model seperti apapun tidak
masalah. Namun bagi guru yang mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi,
murid yang tidak mengerjakan PR, tidak berlatih, dan tidak mengalami kemajuan
adalah MIMPI BURUK.
BEING A GREAT TEACHER
AND PARENTS
Suka atau tidak, berinteraksi dengan orang tua murid
merupakan bagian dari pekerjaan dan tanggung jawab sebagai seorang guru musik. Orang
tua murid merupakan klien, oleh karena itu penting agar seorang guru menjaga
hubungannya dengan orang tua muridnya dan “mengelola” harapan murid dan orang
tua murid. Walau demikian bukan berarti guru harus menjadi entertainer dan meng-iyakan semua sikap orang tua yang membuat
pusing tujuh keliling.
Guru bukan hanya sekedar penyedia jasa saja yang setiap
saat bisa didikte dan diperlakukan seperti layaknya tukang cuci. Dibutuhkan
sebuah hubungan yang lebih dari hubungan cleaning
service yang harus tunduk pada majikannya dalam dunia pendidikan.
Mengapa? Karena yang dipertaruhkan disini adalah masa depan seorang anak.
Setiap orang tua yang mengambil sikap seperti ini, GAGAL TOTAL dalam menghargai
pelajaran musik yang sesungguhnya dan merusak hubungan antara orang tua (klien)
dan guru. Saling menghormati, bersikap sopan, dan baik, adalah bagian yang
penting dari pelajaran, baik antara guru – murid, orang tua – guru, dan orang
tua – anak.
Dibalik kecintaannya, passion,
komitmen, dan dedikasi nya dalam mengajar, seorang guru yang bijaksana dan
cakap akan mampu menarik hati dan “mendidik”
orang tua murid dengan elegan. Untuk itu dibutuhkan pengalaman yang tidak
sebentar, agar orang lain dapat menghormati dan mempercayakan anaknya kepada
seorang guru.
Selain itu dibutuhkan juga pemahaman, kesabaran, kepedulian, dan
kecakapan dalam berkomunikasi. Maka Anda dapat memiliki hubungan yang
profesional dan baik dengan orang tua murid. Perlu digarisbawahi, bahwa sama
seperti orang tua, seorang guru juga menginginkan yang terbaik bagi muridnya. Oleh
karena itu dibutuhkan dukungan yang TEPAT dan PROPER untuk membantu anak dalam
mencapai tujuan dan potensi terbaiknya.
Belajar musik itu bukan perkara mudah. Dibutuhkan waktu
bertahun-tahun untuk menguasai satu instrumen musik. Untuk itu guru
mengandalkan orang tua untuk memperkuat pesan dalam berlatih di rumah secara
tekun, disiplin, dan efektif. Dan untuk selalu berkomunikasi dan saling
menghormati setiap peran sesuai dengan porsinya masing-masing. Sehingga anak dengan target yang
realistis mengalami kemajuan yang NYATA dalam bermain musik, memahami musik,
dan tentunya anak merasa termotivasi, karena mereka didukung secara positif,
baik dalam kelas musiknya, maupun di rumah.