“Advice is like the snow. The softer it falls,
the longer it dwells upon and the deeper it sinks into the mind”
Samuel Taylor Coleridge
GURU PIANO SEBAGAI “TEMAN KRITIS”
Hanya karena seseorang adalah pianis yang hebat, bukan berarti ia akan menjadi guru yang hebat. Pianis yang paling terkenal belum tentu bisa mengajari orang lain bermain piano. Sementara beberapa guru piano yang hebat mungkin sama sekali tidak terkenal. Don’t judge a book by its cover, ujar George Eliott, artinya jangan menilai seseorang dari penampilannya, karena yang terlihat di luar belum tentu mencerminkan kualitas sebenernya.
Salah satu peran guru piano adalah membantu siswanya meningkatkan kemampuan bermain piano mereka. Mendengarkan siswa bermain, mengidentifikasi letak problem, dan memberikan saran perbaikan tentu bukan satu-satunya tugas guru piano, tetapi hal ini akan menjadi ciri utamanya. Caranya? Memberikan advis lewat kritik yang membangun dan bukan mengomel. Tidak seorangpun guru yang ingin menjadi "polisi" yang ditakuti! Dalam artikel ini, akan ada tips cara memberikan kritik yang bermanfaat, mendorong kemajuan positif, dan pembelajaran yang antusias.
APA ITU KRITIK?
Kata "kritik" berasal dari bahasa Yunani κριτικός (kritikós) 'mampu membedakan', yang berarti seseorang yang menawarkan penilaian atau analisis yang beralasan, penilaian, interpretasi, atau observasi.
Kritikus adalah istilah yang merujuk kepada seseorang yang memiliki keahlian dalam menyampaikan pertimbangan, melakukan pengkajian dan pembahasan tentang baik buruknya sesuatu. Dalam menyampaikan gagasannya, kritikus biasanya menuangkan dalam bentuk tulisan, tapi kadang juga disampaikan melalui diskusi, seminar, atau wawancara.
Penilaian kritis, baik yang berasal dari pemikiran kritis maupun tidak, mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk penilaian sejauh mana hal yang diulas mencapai tujuannya dan maksud pembuatnya, serta pengetahuan tentang konteksnya. Penilaian ini juga dapat mencakup tanggapan pribadi yang positif atau negatif. Tugas seorang kritikus bukanlah untuk benar atau salah; tugasnya adalah untuk mengungkapkan pendapat yang objektif dan penilaian yang bermakna. Orang-orang yang menjadi “sasaran” kritik memiliki beragam respons terhadapnya – mereka mungkin merasa apresiatif, bisa tersinggung, tertekan, terhibur, marah, stress, atau malah bingung.
Karakteristik kritikus yang baik adalah kefasihan, terutama kemampuan menggunakan bahasa dengan tingkat daya tarik dan keterampilan yang tinggi. Simpati, kepekaan, dan wawasan juga merupakan faktor yang penting. Para kritikus diterima secara publik dan, pada tingkat yang signifikan, diikuti karena kualitas penilaian atau reputasi mereka. Kritikus seni, musik, teater, dan arsitektur yang berpengaruh sering kali menyajikan argumen mereka dalam buku atau karya tulis yang legit.
MENJADI POLISI NADA
Guru piano harus memiliki kesadaran pendengaran dan musikal untuk mengidentifikasi kesalahan dalam permainan siswa mereka dengan tepat. Namun kadang terlalu fokus pada nada yang salah itu sendiri dapat menjadi obsesi yang mengalihkan perhatian dari aspek lain dari sebuah pertunjukan.
Terlepas dari fakta bahwa nada yang salah (inakurasi) dapat menyebabkan nilai yang lebih rendah dalam ujian, kompetisi, atau festival. Jika tidak ditangani, kesalahan semacam ini dapat berkembang menjadi masalah yang lebih serius di kemudian hari.
AKURASI
Untuk memahami mengapa akurasi penting dalam bermain piano, kita perlu memahami musik yang dinotasikan. Akurasi itu bagaimana mewujudkan maksud tertulis sang komposer. Akurasi juga berarti mewujudkan maksud pendengaran dan intensitas kita sendiri.
Akurasi juga bukan hanya tentang memainkan not, posisi jari, dan pengaturan waktu yang "benar". Kita mungkin juga tepat menggunakan kata akurasi dalam kaitannya dengan tempo, alur, dinamika, artikulasi, keseimbangan, voicing, dan bahkan kesesuaian gaya. Memainkan sebuah karya dengan akurat bukanlah memainkannya dengan sempurna tanpa salah, melainkan mengkomunikasikannya dengan pendengar.
Penting untuk mengenali perbedaan antara umpan balik yang membangun di satu sisi, dan kritik negatif di sisi lain. Umpan balik yang membangun membantu siswa untuk berkembang; kritik negatif membuat siswa merasa kecewa dan putus asa.
KRITERIA OBJEKTIF
Kriteria ini didasarkan pada keakuratan materi dalam partitur, meliputi: pitch yang tepat, nada (gelap/terang, timbre/warna suara) yang tepat, ritme yang tepat (dan kejelasan meter), tempo yang tepat, pengaturan waktu yang efektif, artikulasi yang tepat, rentang dinamika yang sesuai dengan style musik, voicing yang tepat (menonjolkan suara-suara terpenting), teknik bermain pedal yang baik, gaya yang sesuai untuk periode tertentu, dan intepretasi.
Ketika mengkritik performa orang lain (kolega atau murid) atau ketika mengkritik rekaman permainan kita sendiri, teknik yang paling efektif adalah duduk bersama, mendengarkan, dan menandai partitur musik. Tandai kesalahan dalam skor: lingkari not dan ritme yang salah.
TIPS MEMBERIKAN UMPAN BALIK YANG KONSTRUKTIF
Berikut beberapa kiat praktis, positif, dan pribadi untuk menjadi dalam mengkritik:
1. Belajar Menilai Diri Sendiri
Sebelum mengkritik permainan siswa, guru bisa mengajak siswa untuk mengobservasi permainan mereka sendiri dari sudut pandang pendengar. Seringkali, evaluasi diri mereka menjadi landasan yang sempurna untuk latihan mereka selanjutnya, dan guru akan membantu memberikan tips dalam meningkatkan aspek-aspek permainan mereka yang belum sempurna.
Komentar murid itu akan memberikan sinyal positif/negatif dan sinyal/informasi tentang kondisi murid tsb. Jika seorang siswa akan memiliki pandangan yang agak berlebihan (terlalu lebay/negatif) tentang permainan mereka, maka seorang guru yang cerdas secara membantu mengkonter komen tsb.
2. Memberikan Pujian Sebelum Mengkritik
"Ini hebat... tapi ada hal perlu ditingkatkan... tapi secara keseluruhan saya menyukainya!" Memasukkan campuran coktail pujian dan kritik secara berdampingan menjadi bagian yang sangat penting dalam memberikan umpan balik yang holistik. Hampir selalu ada aspek positif dalam permainan piano siswa yang patut mendapat pengakuan, penegasan, dan dorongan yang antusias. Metode ini banyak digunakan dalam pelatihan bisnis dan guru, dan ajang pencarian bakat di televisi.
3. Kritik Memiliki Konteks & Berfungsi Sebagai Afirmasi
Kritik yang akurat dan adil dimulai dengan pengakuan/afirmasi tentang bagaimana permainan siswa hari ini berbeda/seberapa baik kemajuan mereka dari permainan mereka sebelumnya (menurun/meningkat). Jika kita gagal mengenali upaya yang telah dilakukan siswa, atau mengakui kemajuan mereka, mereka akan cepat putus asa dan berhenti berusaha sama sekali.
Sertai kritik dengan saran dan tips praktis daripada berkutat pada kesalahan secara berlebihan. Kritik yang suportif datang dari sikap yang positif, bukan emosional. Saat memberikan pujian maupun kritik, Anda juga harus spesifik. Jika samar, alih-alih paham, malah menjadi salah paham dan ditafsirkan dengan salah. Fokuslah pada satu hal yang membutuhkan perbaikan dan hendaklah kritik itu realistis. Jangan mengejar sesuatu yang semu dan tidak masuk akal.
Adalah penting untuk mengakhiri pelajaran dengan beberapa kata penyemangat tentang seberapa baik siswa telah meningkat selama sesi. Siswa kita seharusnya selalu meninggalkan pelajaran dengan perasaan bahwa sesuatu yang positif telah dicapai!
4. Demonstrasi
Musik adalah bahasa yang nuansanya tidak akan pernah tercakup secara memadai, baik dalam notasi tertulis maupun deskripsi yang panjang. Demonstrasi musik saja mampu menyampaikan kebenaran sepenuhnya dan harus dilakukan dengan antusiasme.
Demonstrasi dan penjelasan berjalan beriringan, sehingga perhatian siswa diarahkan agar mereka mendengar musik, dan melihat teknik yang berbalut rasa cinta dan passion terhadap musik. Dengan cara ini, musik itu sendiri sudah secara otomatis memberikan kritik – self explanatory.
Demonstrasi tidak seharusnya menjadi momen dalam pelajaran dimana guru memamerkan kemampuannya; perhatian perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa fokus selalu tertuju pada musik dan siswa.
5. Mengukur Reaksi
Setiap siswa merespons kritik dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa siswa tampak antusias menerima kritik sebanyak yang guru bersedia berikan, menerimanya sebagai sarana untuk perbaikan. Di sisi lain, kita menemukan siswa yang lebih rapuh, dan yang kritik sekecil apa pun dapat memicu krisis eksistensial.
Ada pendapat bahwa kritik yang keras memacu siswa untuk meraih kesuksesan yang lebih besar. Namun kita harus selalu menegaskan bahwa: kritik sama sekali tidak boleh mempermalukan penerimanya (menghina, berbau SARA, rasisme). Kritik tidak boleh dilakukan secara sengaja untuk tujuan tidak baik (manipulatif, destruktif, menghasut). Kritik tidak boleh digunakan untuk memaksakan kekuasaan dalam hubungan /penyalahgunaan, apalagi yang mengarah ke abusif atau kekerasan secara fisik, maupun mental.
Jika tujuan kita adalah membantu setiap siswa mencapai kemajuan dengan kecepatan dan cara mereka sendiri, kita harus sangat berhati-hati dalam seberapa banyak kritik yang kita berikan, kecepatannya, dan penyampaiannya. Kita harus selalu mengukur reaksi siswa, mengukur kemajuan mereka selanjutnya, dan menyesuaikan kritik di masa mendatang agar sesuai dengan temperamen karakter dan kebutuhan belajar mereka.
Tidak menerima kritik sama sekali juga tidak mungkin, karena kurangnya diagnosis dalam pengajaran kita pasti akan menghambat kemajuan siswa. Justru guru yang salah satu pekerjaannya untuk memberikan masukan dan kritik. Tanpa kritik ya muridnya mana bisa maju. Jadi kritik itu memang perlu, asal dilakukan dengan takaran yang P-A-S. Hasilnya pun dapat terlihat dari kemajuan murid (terukur), bukan hanya dari segi teknik, tapi juga secara holistik sebagai seorang manusia.
Guru terbaik pasti akan memberikan kritik yang meresap "lebih dalam ke dalam pikiran", yang mengarah pada pembelajaran yang positif, efektif, dan berkelanjutan, dengan menggunakan pendekatan yang lebih terukur dan “lembut, tapi menghanyutkan” di zaman Gen Z ini. Good luck!



