REVIEW MOVIE "AMADEUS" (1984)
AMADEUS adalah sebuah film drama periode (period/costume drama) pada tahun 1984 yang disutradarai oleh Miloš Forman dan ditulis oleh Peter Shaffer. Diadaptasi dari cerita sandiwara (stage play) Shaffer pada tahun 1979, cerita ini merupakan variasi dari sandiwara Alexandr Pushkin yang berjudul “Mozart i Salieri”, di mana komposer Antonio Salieri mengakui kejeniusan dari Wolfgang Amadeus Mozart dan mengisahkan bagaimana Salieri begitu iri terhadap Mozart. Kisah ini berlokasi di Wina, Austria, pada akhir abad ke-18.
Film ini dinominasikan untuk 53 penghargaan, termasuk delapan Academy Awards (termasuk Best Picture), empat BAFTA Awards, empat Golden Globe, dan Penghargaan DGA (Directors Guild of America). Pada tahun 1998, American Film Institute memberikan peringkat ke-53 pada 100 Years ... 100 Movies.
Cerita
dimulai pada tahun 1823 yang mengisahkan upaya bunuh diri Salieri dan permintaan ampunnya karena telah membunuh Mozart pada 1791. Salieri ditempatkan di rumah sakit jiwa akibat
tindakannya tsb dan ia dikunjungi oleh seorang pendeta muda, dimana Salieri menceritakan "pengakuan"
panjang tentang kisah hidupnya dan hubungannya dengan Mozart. Bagaimana ia berjanji
kepada Tuhan untuk hidup selibat dan mengabdikan hidupnya untuk musik.
Dalam
pengakuannya, Salieri menceritakan karirnya sebagai komposer bagi kekaisaran
romawi Joseph II sebagai bentuk kesuksesan dan imbalan karena ketaatannya
kepada Tuhan. Tetapi sejak pertemuannya dengan Mozart di Wina dengan patronnya Count Hieronymus von Colloredo,
Pangeran Uskup Agung Salzburg; Salieri selalu mengamati perilaku Mozart yang tidak
pantas dan sangat iri pada bakat dan kejeniusan Mozart. Secara bertahap, iman
Salieri terguncang dan menjadi marah kepada Tuhan karena ia menganggap bahwa
Tuhan tidak adil dan kejam terhadapnya. Bagaimana Tuhan bisa memilih seorang
anak kecil yang tidak sopan, cabul, kekanak-kanakan untuk menyuarakan suaraNYA?
Di
luar perilaku Mozart yang kekanak-kanakan dan tidak pantas di luar panggung dan
kehidupan sehari-harinya, Salieri mengakui bakat besar dan kejeniusan seorang
Mozart. Ada satu adegan yang sangat menarik yaitu pada
1781, ketika Mozart bertemu Kaisar, dan memainkan
karya Salieri "March of Welcome" – yang diciptakan dengan penuh kerja keras, hanya dalam sekali dengar berdasarkan memorinya, lalu mengkritiknya,
bahkan mengimprovisasinya menjadi sebuah variasi dan menggunakan temanya dalam
karya Mozart "Non piu andrai" pada operanya “The Marriage of
Figaro” (1786).
Sejak saat itu pula lah, Salieri percaya bahwa Tuhan melalui kejeniusan Mozart
adalah sosok yang kejam, tidak adil, dan menertawakan musiknya yang “biasa-biasa”
saja.
Berikut cuplikan video "AMADEUS"
Dalam
film ini, diceritakan perjuangan Salieri dalam mempertahankan keyakinannya
terhadap Tuhan dan diselingi dengan kisah hidup Mozart yang penuh penderitaan
dalam mempertahankan idealisme dan menampilkan musiknya; kisah cintanya dengan Constanze yang kemudian menjadi
istrinya, kehidupannya yang bahagia dengan anaknya Karl, kesedihannya atas kematian ayahnya Leopold Mozart, dan keputusasaannya karena kesulitan keuangan dari
peningkatan biaya keluarganya dan penurunan komisi dari kekaisaran Austria.
Ketika
Salieri menyadari kesulitan keuangan Mozart, ia melihat kesempatan untuk membalaskan
dendamnya, dengan memperalat "Kekasih Allah" (arti dari "Amadeus"). Salieri merencanakan sebuah plot untuk meraih kemenangan
tertinggi atas Mozart dan Tuhan. Dia menyamar dalam topeng dan kostum mirip dengan yang ia lihat ketika Leopold Mozart memakainya di sebuah pesta, dan memberikan
komisi yang besar bagi Mozart untuk menuliskan
sebuah misa requiem, Salieri memberinya uang muka dan menjanjikan
sejumlah besar dana setelah ia
menyelesaikannya. Mozart mulai menuliskan “Requiem Mass in D minor”, tanpa menyadari identitas sebenarnya
dari tamu misterius tsb
dan tidak menyadari niat pembunuhan yang
ditujukan kepadanya. Sambil
membayangkan setiap rincian bagaimana ia akan
melakukan pembunuhan tersebut, Salieri berkhayal bagaimana ia mendapatkan
kekaguman dari teman-teman
aristokratnya, ketika mereka memuji kemegahan requiem tsb di saat dia mengklaim dirinya sebagai komposer karya
tsb. Hanya Salieri dan Tuhan yang
tahu kebenarannya, bahwa Mozart sendiri yang
menuliskan requiem mass
itu dan ketika saat itu tiba,
Tuhan hanya bisa menonton
Salieri dalam menerima ketenaran dan kemasyhuran yang menurutnya pantas
ia dapatkan.
Situasi keuangan Mozart yang semakin memburuk dan tuntutan komposisi dari Requiem dan opera “The Magic Flute” mengantarkan Mozart ke puncak titik kelelahan saat ia harus bekerja secara terus menerus. Akhirnya Constanze pun meninggalkannya dan membawa anaknya pergi bersamanya. Kesehatan Mozart pun memburuk dan dia ambruk selama pemutaran perdana “The Magic Flute”. Salieri mengambil alih rumah Mozart dan meyakinkan dia untuk tetap bekerja pada requiem nya. Mozart mendiktekan nada demi nada, sementara Salieri mentranskripsikannya sepanjang malam. Ketika kembali Constanze di pagi hari, ia meminta Salieri untuk pergi, dan menyimpan partitur karya Mozart yang telah ditranskripsi tsb. Pada saat Constanze ingin membangunkan suaminya, Mozart sudah meninggal. Requiem yang tersisa belum selesai, dan Salieri merasa tidak berdaya ketika tubuh Mozart diangkut keluar dari Wina untuk dimakamkan di kuburan massal orang miskin.
Pada akhir film, Salieri telah menceritakan semua kisahnya pada pendeta muda itu dan menyimpulkan bahwa Tuhan lebih memilih untuk membunuh Mozart daripada membiarkan Salieri turut ambil bagian dari kemuliaan-Nya.
Di samping beberapa keganjilan yang terdapat di dalam film ini, Amadeus adalah
salah satu film yang paling indah dan
membutuhkan biaya sangat besar untuk menyorot sisi lain dari kehidupan Mozart dan juga musiknya pada jaman itu dengan cara yang menarik dan dramatis, dibandingkan dengan sebuah film dokumenter/biografi
yang membosankan.
THE FACTS
Did Salieri kills Mozart?
Beberapa orang telah
keliru mengambil kesimpulan bahwa Salieri telah membunuh Mozart. Tanpa adanya
mitos ini, film ini tidak akan pernah dibuat. Hal ini menjadi memungkinkan
untuk diangkat karena beberapa alasan, seperti kematian Mozart yang tiba-tiba,
tidak terduga, dan tidak diketahui penyebabnya. Beberapa isu menyatakan bahwa
Mozart meninggal karena racun. Jika Salieri membuat pengakuan dari RS jiwa
setelah percobaan bunuh dirinya, itupun belum cukup meyakinkan. Salieri
hanyalah seorang kolega dan bukan salah satu teman dekatnya. Bila ada,
kemungkinannya pun sangat kecil.
Sejarawan dan dokter modern telah menyimpulkan
bahwa Mozart meninggal karena serangan tiba-tiba demam rematik yang ia sering ia
derita sejak kecil. Ketika demam itu menyerang Mozart, Mozart mengalami
kegagalan jantung.
Pada kenyataannya Mozart tidak jatuh pingsan
kelelahan pada malam perdana "The
Magic Flute" ataupun diantar oleh Salieri menuju ke tempat tinggal
Mozart. Mozart juga tidak meninggal pada hari berikutnya. Mozart berhasil
melakukan beberapa pertunjukan "The
Magic Flute", bahkan ia masih bekerja selama beberapa bulan walau
terbatas di tempat tidurnya sampai pada akhirnya ia meninggal. Mozart juga
tidak pernah ditinggalkan sendirian oleh Constanza, istrinya. Constanza,
meskipun ia sangat menderita, dia tetap di samping tempat tidur Mozart dengan
beberapa anggota keluarganya dan beberapa penyanyi yang sesekali datang untuk
menyelesaikan beberapa bagian "Requiem"
bagi Mozart.
MOZART'S PERSONALITY
Unsur lain dalam Amadeus adalah perilaku Mozart
yang sering digambarkan sebagai orang yang kekanak-kanakan dan tidak layak untuk
mendapatkan gelar seorang jenius. Mozart tidak pernah memiliki yang cara
tertawa yang cekikikan seperti yang diperankan oleh Tom Hulce. Walau Mozart memiliki
sisi yang vulgar, ia hanya akan menunjukkan sisi ini ke keluarga dekat dan
teman-temannya, ia tidak akan pernah menunjukkan hal ini kepada para aristokrat dan tentunya tidak pada saingan
musiknya.
Pada film, Mozart juga dikisahkan sebagai orang
yang tidak tahu bagaimana harus bersikap di depan publik. Kita tidak boleh lupa
bahwa Mozart berkeliling Eropa sejak kecil, mengunjungi pengadilan paling
terhormat kerajaan dan aristokrasi. Mozart terlatih untuk bersikap terhormat,
tahu tata karma, dan sopan santun pada usia yang sangat belia. Adalah mustahil
untuk menganggap bahwa orang yang berpendidikan tinggi seperti ini tiba-tiba
bersikap kasar, bodoh, dan sombong seperti yang digambarkan dalam film.
Gambaran bahwa musiknya datang secara "alami", tanpa ada usaha apapun
dari Mozart juga tidak sepenuhnya betul. Mozart dikenal sangat serius, pekerja
keras dalam tenggang waktu yang panjang dan mencapai deadline, serta sangat
disiplin, details, dan perfeksionis dalam musiknya.
Akhir kata, walau film ini mempunyai banyak
kekurangan dan keganjilan, film ini layak untuk ditonton dan bisa menjadi salah
satu referensi dalam menyorot perjuangan, sisi lain kehidupan seorang komposer
jenius sepanjang masa, dan mengagumi keajaiban dan keagungan ilahi lewat musik
seorang Wolfgang Amadeus Mozart.
Notes:
*This film is for adult only, parental advisory
& find the “Director’s Cut” edition.