Pages

Thursday, November 3, 2016

PEMBUNUH MOTIVASI BELAJAR MUSIK - by: Jelia Megawati Heru (Staccato, November 2016)

PEMBUNUH MOTIVASI 
BELAJAR MUSIK
by: Jelia Megawati Heru
Staccato, November 2016



Sebuah motivasi awal diperlukan untuk memulai pelajaran instrumen musik seseorang. Motivasi awal ini dapat berupa dukungan keluarga, kecintaan terhadap musik, terinspirasi sosok idola, terkesima dengan keindahan bunyi, atau bahkan mungkin keinginan untuk menjadi musisi profesional.

ALASAN BELAJAR MUSIK
Belajar musik merupakan pengejawantahan sebuah proses observasi dan sekaligus eksplorasi diri – baik secara fisik, emosional, maupun intelektual. Belajar musik dapat menjadi sarana untuk mengenali potensi diri, mengembangkan diri (enrichment), dan berekpresi (aktualisasi diri). “SENI MEMANUSIAKAN MANUSIA”.


ARTI PENTING SEBUAH MOTIVASI
Motivasi tidak terlepas dari apa tujuan/goal dari belajar musik itu sendiri, yang akan menentukan arah pembelajaran seseorang. Misalnya: belajar Musik Klasik/Pop/Jazz, ingin kuliah musik, ingin bermain dalam orkestra, ingin mengikuti kompetisi, ingin mempunyai ijazah musik internasional, atau hanya sebatas hobi saja (kepuasan bathin).

Motivasi ibarat motor dan cambuk, terutama disaat kita berada dalam kondisi yang rentan untuk menyerah atau berhenti. Dengan adanya motivasi dan fokus yang jelas, kita akan menjadi semakin tertantang untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dan tidak mudah putus asa – terutama ketika banyak problema yang mulai bermunculan. Sejuta alasan pun muncul, apabila anak sudah kehilangan minat nya. Di saat seperti inilah motivasi memegang peranan yang penting.

Patut disayangkan banyak guru musik yang belum menyadari, arti penting sebuah motivasi bagi kelangsungan belajar anak didiknya untuk tujuan jangka panjang. Sehingga umumnya guru musik merasa tidak perlu repot-repot menanyakan, mengapa anak didiknya ingin belajar piano atau instrumen musik lainnya. Yang penting murid datang tepat waktu dan tidak lupa membayar uang les. Padahal motivasi itu amat sangat dibutuhkan dalam hal berkomitmen untuk berlatih, menyelesaikan tugasnya di rumah, mengikuti konser, ujian musik, dan datang tepat waktu ke kelas musik setiap minggunya.

EFEK BELAJAR TANPA MOTIVASI
Mengajar anak yang tidak mempunyai motivasi mungkin merupakan hal yang tersulit yang harus dilakukan oleh guru musik. Mengapa? Karena murid tidak bersedia berkomitmen. Ia akan merasa terpaksa, dituntut, dan terbebani dengan tugas yang diberikan. Waktu dan uang pun terbuang sia-sia. Tidak ada kemajuan. Hasilnya? NOL BESAR!


ASAL MOTIVASI: INSIDE OUT
Lalu darimana motivasi itu berasal? Motivasi bisa berasal dari diri sendiri maupun orang lain. Pada mulanya motivasi itu umumnya datang dari orang tua sebagai motivator abadi sang anak. Ibarat cheer leader yang selalu ada di setiap pertandingan. Motivasi juga bisa datang dari anggota keluarga yang lain, teman, guru, idola, atau bahkan lingkungan di sekitar kita. Motivasi yang datang dari luar dikenal sebagai INSPIRASI.

Seiring berjalannya waktu, diharapkan agar anak memiliki kesadaran dan inisiatif untuk berlatih musik secara mandiri tanpa adanya paksaan dari pihak manapun, serta bertanggung jawab atas kelas musiknya sendiri. Tentunya motivasi yang berasal diri sendiri akan memiliki efek yang jauh lebih besar daripada motivasi yang datang dari orang lain. Pada tujuan jangka panjang, anak akan diarahkan agar dapat memotivasi dirinya sendiri, tanpa bantuan orang lain (self-motivated).


FAKTOR X: PEMBUNUH MOTIVASI BELAJAR MUSIK
Banyak faktor yang dapat menjadi pembunuh motivasi anak dalam belajar musik. Kenapa dikatakan pembunuh? Karena sifatnya yang destruktif, irreversible, dan dapat berakibat fatal – bukan hanya terhadap kelas musiknya saja, namun juga perkembangan anak di masa yang akan datang. Pembunuh motivasi ini ada yang sifatnya intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik berasal dari diri anak itu sendiri. Ekstrinsik dapat berupa opini masyarakat, perilaku orang tua maupun guru musik yang mengarah pada tindak kekerasan fisik maupun mental.

INTRINSIK
Faktor pembunuh motivasi belajar yang berasal dari diri sendiri terkesan sepele dan tidak berbahaya, namun umumnya lebih sulit diatasi daripada faktor yang berasal dari luar. Karena musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri.


1. KEBIASAAN BURUK: MALAS DAN SUKA MENUNDA-NUNDA
Masih ingatkah Anda akan pepatah “rajin pangkal pintar, malas pangkal bodoh.”? Walau malas sering dikambing-hitamkan sebagai faktor pembunuh motivasi belajar No. 1, sebetulnya malas belum tentu merupakan indikasi bahwa seseorang bodoh. Kemalasan bisa menjadi indikasi kurangnya minat anak terhadap kelas yang diikuti. Bisa jadi materinya tidak menarik, tidak relevan, dan membosankan.

Lain halnya dengan sikap yang suka menunda-nunda (tidak disiplin), acuh tak acuh (cuek), dan moody. Manifestasi dari sikap ini banyak – mulai dari lupa membawa buku, lupa mengerjakan PR, dsb. Walau terkesan sepele, justru sikap ini jika dibiarkan, akan menjadi kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk ini memiliki kontribusi yang besar terhadap hilangnya motivasi belajar.


2. SISI NEGATIF KARAKTER INTROVERT DAN PERFEKSIONIS
Sisi negatif dari masing-masing karakter dan sifat juga bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi belajar seseorang. Sisi negatif ini muncul, ketika dipicu oleh suatu kondisi yang tidak menyenangkan. Misalnya: kelelahan, stress/tertekan, atau masalah intern keluarga. Apabila sisi negatif dibiarkan berlarut-larut, maka materi pelajaran tidak dapat diterima dengan baik dan target belajar pun tidak tercapai. Sedangkan dalam belajar, dibutuhkan sebuah garansi kesuksesan yang memotivasi anak untuk belajar lebih baik.

“A pessimist sees the difficulty in every opportunity; 
an optimist sees the opportunity in every difficulty.” 
– Winston Churchill

“An optimist is a person who sees a green light everywhere, 
while a pessimist sees only the red stoplight … 
the truly wise person is colorblind.” 
– Albert Schweitzer


Seorang introvert tergolong pasif, pendiam, dan tertutup. Namun seorang yang introvert bisa menjadi sangat sensitif dan jangan dikira tidak bisa marah – terkadang amarahnya justru bisa meledak-ledak dan jangan heran kalau anak tiba-tiba bisa membanting tuts piano. 

Sedangkan seseorang yang memiliki karakter perfeksionis, umumnya sangat pintar dan dominan. Namun di sisi yang lain, seorang yang perfeksionis bisa menjadi sangat rentan. Membuatnya tidak bisa mentolerir kesalahan kecil, tidak dapat menerima masukan/opini, mudah panik/stress, suka menyalahkan dirinya sendiri (gagal move on), dan pesimis.

Guru musik dan orang tua lah yang harus belajar mengenali karakter anak yang berbeda-beda dan menyikapinya dengan bijaksana sesuai dengan sikon. Sehingga setidaknya sisi negatif itu bisa dinetralisir (balance), supaya anak berada dalam kondisi siap menerima pelajaran.


3. RENTAN MUDAH MENYERAH
Umumnya sifat ini ada pada anak berkebutuhan khusus dengan problem sulit berkonsentrasi, struktur jari yang berbeda, dan gangguan pada mata untuk fokus. Namun sifat tidak mudah menyerah perlu ditanamkan kepada anak sedini mungkin. Tentunya pada anak berkebutuhan khusus dibutuhkan kesabaran dan usaha yang lebih besar, serta waktu yang relatif lebih lama untuk menguasai sebuah lagu. And it’s ok!

EKSTRINSIK
Faktor pembunuh motivasi belajar yang satu ini sifatnya langsung menyerang (ACTION) dan dapat berakibat fatal bagi kepribadian, kejiwaan, dan perilaku anak di masa yang akan datang. Bentuknya dapat berupa opini masyarakat, perilaku orang tua maupun guru musik yang tanpa disadari mengarah pada tindak kekerasan fisik maupun mental.


1. KATA-KATA NEGATIF
“Mulutmu, harimau mu!” Pepatah yang satu ini mungkin perlu direnungkan. Hindari kata-kata negatif yang sifatnya menghina, mempermalukan, mendiskreditkan, dan mengekspose kekurangan seseorang, adalah pembunuh motivasi berdarah dingin. Misalnya: sinisme, sarkasme, memaki, sumpah serapah, fitnah, dan gosip. Apalagi kalau berbau SARA atau memberikan label/julukan yang buruk kepada anak. Misalnya: si gemuk, dasar lemot, dll.

Kata-kata negatif itu ibarat bom nuklir yang dalam satu detik akan menghancurkan semua aspek kebaikan dan semua hal positif dalam diri seseorang. Hal yang negatif akan lebih mudah membekas dan senantiasa melekat dalam diri seseorang. Kata-kata negatif ini akan meruntuhkan semangat dan merusak citra diri anak, sehingga anak tidak akan pernah bisa percaya diri lagi. Ketika hal itu terjadi, apakah kata “MAAF” sanggup menyembuhkan trauma anak?


2. PERILAKU MEMBANDING-BANDINGKAN
Perilaku membanding-bandingkan juga mempunyai andil dalam hilangnya motivasi belajar anak. Biasanya sikap ini dilakukan oleh orang tua secara tidak sengaja pada anak-anaknya. Misalnya “pamer” selfie keberhasilan anak di media sosial. Sehingga secara psikologis anak menjadi tertekan dan takut gagal.

Persaingan antara kakak beradik adalah hal yang lazim. Tujuan akhirnya hanya satu, yaitu mendapatkan pengakuan, perhatian, dan kasih sayang dari orang tua. Biasanya anak yang berbakat dalam bermain musik lah yang cenderung lebih dominan mendapatkan spotlight dari semua orang dan menjadi anak favorit (kesayangan) orang tua. Umumnya anak sulung, karena sudah lebih dulu memulai pelajaran instrumen nya. Apabila adiknya juga bermain musik, biasanya adiknya akan kehilangan motivasi, karena tidak mampu menyaingi kakaknya. Akhirnya cepat atau lambat adiknya akan berhenti bermain musik.

Pada akhirnya perkataan orang tua lah yang akhirnya akan menentukan akhir dari cerita. Ketika orang tua memberikan apresiasi kepada usaha anak bungsunya – sekecil apapun itu, maka si bungsu tidak akan merasa tersaingi oleh sang kakak. Karena si bungsu mendapatkan perhatian, penghargaan, dan merasa dicintai oleh orang tuanya. Yang perlu digarisbawahi adalah sebaiknya orang tua tidak memberikan perlakuan yang berbeda (menganak-tirikan/pilih kasih).



3. TIDAK ADANYA PENGHARGAAN DAN EKSPEKTASI TERLALU TINGGI
Orang tua yang mendukung anaknya dalam belajar patut diacungi jempol. Namun ada pula orang tua yang tanpa sadar malah merusak anaknya. Meet the tiger mom! Segala cara pun dihalalkan demi memuaskan ambisi orang tua, termasuk kekerasan verbal dan fisik. Anak ditekan sedemikian rupa, agar patuh dan takut pada orang tuanya. Apabila anak tidak berhasil memenuhi ekpektasi orang tua, maka anak akan dihukum (punishment). Tidak ada penghargaan atas usaha anak.

Bentuk penghargaan tidak harus berupa hadiah atau barang, namun pujian dan apresiasi atas usaha yang dilakukan anak. Intinya adalah balance – tuntutan yang tinggi harus disertai dengan apresisasi yang tinggi pula. Ketika tekanan lebih besar daripada penghargaan, maka anak akan menjadi stress.  Tuntutan juga harus realistis sesuai dengan kondisi dari anak (tidak lebay). Ingat, anak Anda itu bukan superman! Efek dari stress yang berkelanjutan dapat berakibat pada gangguan perilaku dan berujung pada bunuh diri. Umumnya hal ini banyak dialami oleh keluarga Asia-Amerika.


4. BULLY
Bullying merupakan sebuah perilaku yang menegaskan dominasi dengan mengintimidasi, mempermalukan, mengisolasi - yang mencakup penyalahgunaan kekuatan, pelecehan atau ancaman verbal, kekerasan fisik atau pemaksaan agresif. 

Umumnya bullying dilakukan berulang kali terhadap target tertentu yang memiliki ketidakseimbangan sosial maupun fisik (minoritas). Misalnya: karena perbedaan kelas sosial, ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, penampilan, perilaku, kepribadian, reputasi, keturunan, kekuatan, dan ukuran. Bullying bisa terjadi pada siapa saja dan dimana saja – lingkungan sekolah, tempat kerja, dan bahkan di rumah.


Pada abad ke-21, bullying muncul dalam bentuk teknologi, seperti smartphone dan media sosial (cyber bully). Misalnya: lewat internet, email, FB, dan broadcast SMS. Menjadikannya sulit dilacak, karena pelakunya anonim. Umumnya rentan terjadi pada remaja usia 14-16 tahun. 

Bullying bisa terjadi karena rasa iri, pikiran negatif, anak bermasalah secara akademik dan sosial, salah asuh, atau karena sang dominator juga merupakan korban bullying. Efeknya dapat berujung pada kematian anak akibat stress dan bunuh diri.

Mungkin saja tanpa sadar kita melakukan hal-hal tsb kepada anak kita atau anak didik kita. Maksud kita mungkin baik, namun maksud baik belum tentu berdampak baik terhadap anak. Kenali pembunuh motivasi dalam belajar dengan cepat dan siasati dengan bijaksana! Jangan tunggu hingga sesal kemudian tiada arti. Good teacher, makes better student! Good luck and happy teaching!