Pages

Tuesday, September 1, 2015

PENDEWASAAN DALAM RESITAL PIANO - Reportase Senior Piano Recital Kristi Natalie, by: Michael Gunadi Widjaja

"PENDEWASAAN 
DALAM RESITAL PIANO"
(Reportase Senior Recital Kristi Natalie)
by: Michael Gunadi Widjaja


Saat seorang mahasiswa konservatori musik mengadakan resital ketika dirinya “pulang kampung,“ kita tidak perlu heran. Hal biasa, jamak, lumrah, dan sudah dilakukan jutaan orang. Namun ketika ada seorang music educator yang menresitalkan siswanya yang liburan pulang kampung, rasanya kita perlu mengacungi dua jempol dan memberi apresiasi yang sepantasnya. Itulah yang dilakukan JELIA MEGAWATI HERU M.Mus.Edu, alumnus Jerman, dengan menggelar SENIOR PIANO RECITAL bagi Kristi Natalie, mantan siswanya. Resital berlangsung pada Minggu, 30 Agustus 2015 di GKY MUSIC CENTER, di kawasan Green Ville, Jakarta Barat.

Sosok Jelia Megawati Heru, dikenal sebagai music educator yang sangat kreatif pada setiap perhelatan konser para siswanya. Berbagai genre musik disajikan dan dikemas menjadi sebuah sajian kesenian yang sangat mendidik sekaligus mengasup pikiran dan bathin secara sehat dan menyenangkan. Kristi Natalie sendiri, sebetulnya sudah banyak mengenyam pelajaran musik. Berbagai masterclass pernah dia ikuti. Bahkan secara intensif Kristi mempelajari improvisasi dan aransemen musik. Namun di tangan Jelia lah Kristi mendapat pelajaran musik yang bukan saja pengajaran melainkan pendidikan musik secara terpadu dalam arah yang layak. Jelia pulalah yang mempersiapkan Kristi supaya bisa diterima di sebuah konservatori musik bergengsi di Jerman yakni Sekolah Tinggi Musik ROBERT SCHUMANN di kota Düsseldorf.


Resital dimulai pada pukul 16.15, terlambat 15 menit dari jadwal undangan. Untuk kita di Indonesia keterlambatan semacam ini tentu masih amat sangat wajar. Ruang Resital berkapasitas 200 orang, sore itu lebih dari separuhnya dipadati hadirin. Mereka terdiri dari para siswa sekolah musik. Dibuka dengan sambutan Jelia yang sekaligus mewakili institusi yang dipimpinnya yakni JELIA’S PIANO STUDIO.

Dalam sambutannya Jelia mengemukakan bahwa istilah SENIOR RESITAL dipergunakan untuk menunjukkan bahwa resital sore itu bukanlah sebuah resital pemula. Melainkan sebuah resital dari seorang yang ingin berbagi estetika tentang pengalamannya yang sudah setahun kuliah musik di Jerman. Kemudian Jelia memaparkan pentingnya jeda waktu istirahat atau intermission, yang intinya adalah memberi ruang pada hadirin untuk sejenak rehat guna menyegarkan pikiran dan bathin agar bisa tetap fokus pada apresiasi. Diingatkan juga tentang beberapa poin dari kelaziman etika menghadiri resital.

http://jeliaedu.blogspot.com/2015/08/kristi-natalies-senior-piano-recital.html

SENIOR RECITAL  - WHAT FOR?
Satu hal yang kiranya layak mendapat apresiasi adalah ketika dalam sambutannya, Jelia mengatakan bahwa Senior Recital semacam ini adalah sebuah FIELD LAB atau lab kerja. Tujuannya adalah mempersiapkan siswa agar saat menempuh mata kuliah performance management, siswa tersebut telah terbekali dengan sebuah studi kasus praktek nyata dan bukan sekedar teoritis omong kosong belaka.

Bertalian dengan hal tersebut, saya sempat mendapat sms dari sosok yang mengaku pianis top dan juga guru piano di Amerika, isi sms nya begini: “Sebenernya tuh untuk apa sih Jelia mau maunya mengkonserin muridnya? Itu kan biaya gede! Lagian murid sekarang tuh digituin bukannya hormat sama kita tapi malah kepala besar dan kurang ajar lho!” Saya yakin pendapat seperti dalam sms tersebut banyak juga menghantui otak beberapa guru musik. Mereka menganggap pendidikan musik bukan lagi tanggung jawabnya ketika seorang siswa sudah TAK LAGI MEMBERI KONTRIBUSI UANG LESSON. Juga “ketakutan“ bahwa jika murid dibukakan wawasannya, ia akan pongah dan memiliki kepintaran melebihi si guru.


Nampaknya kita perlu memaknai ulang sembari mengalami proses pendewasaan atau growing up. Bahwa Kebahagiaan dan kebanggaan seorang guru musik yang sejati adalah melihat dan merasakan keberhasilan siswa/muridnya. Dan BUKAN memakai keberhasilan muridnya untuk diri si guru supaya bisa jual tampang, narsis ini itu, dan mempongahkan diri sendiri.

Kristi Natalie memasuki panggung dengan gaun hitam sebagaimana lazimnya penampil dalam sebuah resital. Sore itu ada 6 repertoire dan satu encore. Hampir seluruhnya adalah Musik Klasik dari berbagai periode, kecuali encore yang sangat “menghibur”.

Secara umum, harus diakui permainan Kristi Natalie sudah lebih dari sekedar ukuran kelayakan pemusik klasik di Indonesia. Kristi memiliki kecepatan jemari, keakuratan, dan gesture yang luwes. Kalaupun ada kekurangan, itu adalah sisi musikalitas. Dan musikalitas itulah memang yang membuat orang harus kuliah musik di jenjang sekolah tinggi dan/atau konservatori.


REPERTOIRES
Repertoire pertama adalah Sonata karya Joseph Haydn bernomenklatur Hob.XVI dalam C besar. Karya Haydn terkenal dan dikenal sebagai karya yang sangat normatif. Dan bisa membuat kejenuhan bagi publik yang tidak terkondisi dalam sajian Musik Klasik. Kristi rupanya menyadari betul hal tersebut, sehingga dia membuat semacam “penyegaran” dalam Sonata Haydn ini. Sayangnya, penyegaran yang dilakukan Kristi agak melewati batas. Haydn sore itu ditafsir sebagai Beethoven. Hal ini makin nyata pada movement dua, saat Adagio Haydn yang normatif ditafsir sebagai melodi agitatif alla Beethoven. Dalam batas tertentu, Kristi layak dan sah saja member tafsir demikian. Namun di sisi lain, tak salah juga jika pilar utama Musik Klasik yakni interpretative normatif menjadi dipertanyakan.

Hadyn Sonata Hob. XVI, No. 50 in C Major - 1st movement

Etude Op. 10 No. 5 dalam G moll Besar karya F. Chopin. Etude yang satu ini, tidak seperti karya Chopin dalam Ballade atau Nocturne yang menuntut adanya Dramaturgi. Etude ini adalah pameran keperkasaan teknik berpiano. Dan seorang Kristi Natalie sore itu melaluinya dengan sangat layak.

Chopin Etude Op. 10, No. 5 in G-flat Major

Ballade Op. 47 No. 3 dalam A moll Besar, masih sebuah karya dari F. Chopin. Ketika seorang pemain piano akan bergumul dengan Ballade Chopin, hal yang harus ditaklukkannya adalah: TEKNIK DAN BANGUNAN DRAMATURGI. Kristi memiliki teknik yang sangat layak. Namun dalam bangunan dramaturgi nampak agak kedodoran. Imaji nya kurang terasah dan masih takut untuk bisa ngungun merajut episode drama.

Chopin Ballade Op. 47, No. 3 in A-flat Major

Saat intermission, hadirin seperti benar-benar mendapat penyegaran.Saling sapa, saling bincang, dan saling beramah-tamah. Seakan bathin ini diguyur kesejukan persaudaraan untuk siap diasup kembali oleh asupan seni yang adi dan luhung serta luhur.

Karya Bela Bartok. Nukilan dari kitab Mikrokosmos jilid 6. Cerita tentang buku harian seekor lalat. Kristi memiliki kecepatan, dexterity, dan ketepatan yang layak. Namun dia masih harus menimba apa yang dikenal sebagai TONE COLOR. Karya pendek ini berlalu dengan kesan terhadap dengung sayap lalat yang agak sulit ditangkap hadirin.

Masih karya Bartok. Kali ini adalah Divided Arpeggios. Dari judulnya saja Nampak bahwa karya ini membagi bagi pecahan akor. Sudah tentu jika akor dipecah kemudian dibagi yang tersisa adalah COLOR. Gradasi dinamik berhasil dibangun Kristi. Namun COLOR nya masih terasa sangat miskin.

Photo courtesy of:
dr. Dario Turk

Repertoire pamungkas adalah Waltz of the Flowers karya Tchaikovsky. Kristi menafsir musik ini dengan menggandeng adiknya, yakni Krista. Irama Walsa sangat terasa. Namun tempo yang dibangun Krista terlalu cepat. Walsa Ballet ini menjadi terasa seperti Mazurka dari Chopin. Kristi juga Nampak agak terbata-bata mengalun frase cepat. Namun Walsa ini sangat mengesan di relung sanubari hadirin.

"Toccata for Two" - by: Robert D. Vandall

Tepuk tangan gemuruh berkepanjangan dan tibalah encore. Jelia sebagai direksi resital dengan sangat cerdas menyetujui Kristi dan Krista membawakan karya Robert D. Vandall sebagai encore. Hadirin langsung bergoyang dan justru sebetulnya saat inilah Kristi dan Krista menyuguhkan musik yang sejati. Yang terbebas dari kungkungan norma yang kadang membosankan.


MAKNA SENIOR RECITAL
Senior Recital Kristi Natalie menyiratkan satu makna “PENDEWASAAN”. Bahwa guru sejati senantiasa mengedepankan muridnya dan BUKAN asik foto-foto narsis untuk dirinya sendiri. Bahwa publik kembali didewasakan. Sajian piano bisa mencapai tingkat kemahiran yang mencengangkan. Bahwa kita semua: "WE MUST GROW UP!!!" Untuk kehidupan yang lebih santun, estetis, dan tidak menjual egoisme serta narsisme dan omong kosong tak bertanggung jawab.

Liebe Kristi Natalie,
Herzlichen Glueckwunsch! 
Ich bin so stolz auf dich.
Ich wuensche dir all das Beste fuer das kommende Jahr und grosse Lebensfreude!
Moege alle deine Wuensche in Erfuellung gehen!
Weiterhin viel Erfolg!